Batusangkar, 11 November 2018
Tak terasa waktu cepat berlalu, tepatnya dua tahun lalu aku mengunjungi Istana Pagaruyung dengan beberapa teman Blogger, undangan dari Kemenpar. Eh yang namanya jodoh ternyata aku kembali lagi mengunjungi Istana Pagaruyung kedua kalinya. Padahal tidak ada dalam benakku untuk kembali lagi ke Batusangkar ataupun Tanah Datar, Sumatera Barat, terlebih ke Istana Pagaruyung. Kalau yang pertama dibayarin maka yang kedua bayar sendiri.
Trip kedua bersama Thimo, Icha, dan Denny. Padahal meski sudah berada di Sumatera Barat 5 bulan aku tidak pernah lagi mengunjungi Istana Pagaruyung. Alasannya klise, aku orangnya bosanan ke tempat yang sama. Cuma karena kami bingung membawa Thimo kemana selama di Sumatera Barat maka kami bawa ke tempat yang dekat-dekat saja. Kami bahkan nekatnya ketulungan, 3 tempat dalam waktu 1 hari dengan motor dengan jarak berjauh-jauhan. Ibaratnya dari ujung ke ujung perjalanannya. Belum lagi cuaca yang super panas, saking panasnya tangannya Thimo merah karena terbakar. Cara duduknya pun lucu, dia memegang motor di belakang bukan memegang bahu Denny.

"Kemana lagi kita kak e?", tanya Icha kepadaku "Gak tau juga", kataku "Ke Istana Pagaruyung aja kita bawa kak", kata Denny
Akhirnya setelah dari Goa Ngalau Indah kami langsung ke Batusangkar demi mengunjungi Istana Pagaruyung. Kami berangkat dari Goa Ngalau Indah jam 2 siang dari Payakumbuh dan kami sampai di Batusangkar sekitar jam 3 sore. Dua motor diparkiran depan Istana Pagaruyung dengan harga parkir Rp2.000/motor.

Tidak ada yang berbeda dengan Istana Pagaruyung dua tahun silam, hanya pada perbedaan harga masuk kedalam Istana Pagaruyung yang naik. Harganya jadi lebih mahal. Dulu harga masuk ke dalam Istana Pagaruyung Rp 7.000 untuk dewasa eh pas kami datang harganya menjadi Rp 15.000, tiket masuk untuk anak-anak dulunya Rp 5.000 menjadi Rp 7.000 dan tiket untuk wisatawan mancanegara awalnya Rp 12.000 menjadi Rp 25.000
Untungnya berkat ide Icha kami bisa masuk dengan harga turis lokal meski Thimo merupakan turis mancanegara. Aku aja ketawa kalau ingat ide Icha demi menghemat masuk kedalam Istana Pagaruyung . Yah lumayan kami berempat bayarnya jadinya Rp60.000. Meski menurutku harga tiket Rp15.000 itu over price ya.

Kami masuk ke dalam Istana Pagaruyung setelah mendapatkan karcis masuk. Cuaca waktu itu sangat panas. Dan jika masuk kedalam Istana Pagaruyung alas kaki harus dibuka. Ada tempat yang diberikan petugas untuk menyimpan sandal/sepatu kita.
Pas di pintu masuk, Thimo disuruh mengisi daftar kunjungan, sementara kami tidak mengisi. Ketika masuk kedalam Istana Pagaruyung, kami melihta koleksi yang ada lalu kami duduk santai di dalam Istana Pagaruyung. Kami di Istana Pagaruyung ibaratnya cuma numpang berteduh karena panas. Nah khusus kunjungan kedua aku sampai naik ke lantai 3 dong padahal dulu aku ogah naik ke atas karena takut ketinggian. Tapi karena mereka bertiga naik, aku ikutan naik. Pas naik ke lantai 3 Istana Pagaruyung, aku asli merangkak kayak cicak saking takutnya.
Melihat tingkahku yang aneh, mereka tertawa. Begitulah nasib Phobia ketinggian akut, bawannya kalau ke tempat tinggi takut tapi masih mau aja ke tempat tinggi.

Di lantai 3 dulunya tempat penyimpanan benda berharga Raja hingga akhirnya sekrang hanya berisi meja dan kursi yang tidak boleh diduduki.
Sebelumnya di lantai 1, kami sudah duduk dan sambil lihat-lihat. Thimo juga mencari tahu informasi tentang Istana Pagaruyung pada layar, sayang katanya dia tidak mengerti.
"Too bad, i do not understand what it said", katanya
Lalu aku mengecek ternyata benar saja, tidak ada informasi dalam bahasa Inggris.
"Sorry, you are right there is not English information", kataku
Akhirnya akupun menjelaskan bahwa Istana Pagaruyung pernah terbakar akibat dari petir lalu dibangun kembali. Aku juga menjelaskan kepada Thimo kalau Istana Pagaruyung merupakan rumah khas Minang. Dia sepertinya tidak terlalu tertarik dengan rumah adat tapi sangat suka dengan pakaian serta beberapa peninggalan seperti senjata yang ada di dalam Istana Pagaruyung.

Kalau dalam kunjungan pertama kami memakai bakaian adat Minang maka di kunjungan kedua tidak sama sekali. Waktu kunjungan pertama aku memakai pakaian adat dengan Yuki, Suci, Teh Nit dan Mba Nina. Padahal mitosnya kalau wanita yang belum menikah memakai Suntiang maka jodohnya lama. Cuma aku gak percaya mitos-mitosan jadinya pernah pakai. Kalaupun aku belum menikah, itu karena jodohnya masih nyasar. Untuk kunjungan kedua kali tidak memakai pakai Suntiang lagi karena sayang uangnya eiu, aku pelit hehe 😀
Lagian sudah pernah sehingga tidak terlalu tertarik. Cukup sekali lah ya, ntar dah pakaian nikah sekalian hihih 😛

Setelah dari lantai 3 kami pun turun ke lantai 2. Yang lucu ketika kami berada di lantai 2 dari Istana Pagaruyung, kerjaan kami apa coba? Numpang tidur, duduk dan mengamati pengunjung yang datang. Kurang kerjaan banget kan ya?
Tapi disitu keseruaannya, kami bercerita sambil diskusi.
"Asli udah kaya mau lamaran aja ini kak", kata Icha
Waktu Icha komentar seperti itu aku bah “ngeh” ketika di lantai 2 aku, Thimo dan Denny melingkar seperti berdiskusi berat. Disini aku cerita melantur sampai ada adegan yang tidak mengenakkan bagi Denny. Perhatian Denny teralihkan karena pas kami duduk santai tiba-tiba ada dua lelaki yang saling mesra. Asli gara-gara itu menjadi perbincangan hangat antara Denny dan Icha.

Kunjungan kedua kali ke Istana Pagaruyung memang tidak “wow” banget tapi tetap seru apalagi bisa numpang tidur-tiduran di Istana Pagaruyung.
Salam
Winny
Kalau menurutku, harga 15rb itu normal sih. Soalnya keraton jogja juga kayaknya 10rb. Mungkin ini bisa dibilang semacam keraton jogja versi minang gitu ya?
sama ku mahal kak soalnya bangunan doang dan tidak begitu luas
Phobia ketinggian sampai merangkak gitu😅 tapi keren tetap mencoba👍
Siapa tahu lama” ilang
udah pernah naik gunung juga kak tapi tetap gk ilang phbia nya