Pengalaman Nikah Campur Indonesia-Perancis dengan Resepsi Adat Batak Angkola


Hello World!

Padangsidimpuan, 21 Juli 2019

Pertanyaan yang paling membosankan yang sering ditanyakan kepadaku ialah pertanyaan “kapan kawin?”.

Iya pertanyaan yang menurut sebagian orang lumrah di tanyakan ini sungguh membosankan ditanyakan disetiap bertemu bahkan setiap pulang kampung. Lama-lama pertanyaan ini menjengkelkan menurutku, kok jadi banyak orang “nyinyirin hidup gue”…. Anggap aja artis jadi banyak yang kepo 😛

Yang lucu saat orang yang vocal bertanya itu dikasih undangan nikah, boro-boro kasih kado, datang aja KAGAK!! Basa-basi yang BASIIIIII banget.

Jadi buat teman-teman di luar sana yang belum menikah, belum mendapatkan jodohnya kalau ditanya kapan kawin please jangan dimasukkan ke hati, tutup aja telinga kalian dengan “ear plug” karena belum tentu juga yang nanya datang ke nikahanmu, mereka mah “KEPO” doang, seperti pengalamanku. Lagian perkara menikah itu bukanlah mudah karena begitu banyak pertimbangan. Jangan sampai salah pilih, yang bener pilih aja belum tentu awet apalagi pasangan seumur hidup, jadi pikirkan matang-matang. Masa bodoh aja dengan orang yang nanya doang karena mereka gak ada gunanya dalam hidupmu. Apalagi jangan menikah karena alasan umur karena buat prinsip dalam hidup saja “emas itu mahal keles”. Anggap diri emas karena emas itu pantas dibeli sama yang berusaha mendapatkannya. ❤

Meski aku terlambat menikah namun aku tidak pernah menyesali “keterlambatan” itu karena namanya jodoh itu datangnya dari Maha Kuasa. Terlambat bukan berarti “gak laku” atau “perawan tua”. Malahan yah karena aku lebih “selective” dan memang jika waktunya menikah maka akan menikah juga.

Aku sendiri sudah pernah 2x mengalami gagal nikah dan sudah jatuh bangun untuk mendapatkan jodoh. Aku pernah mengalami namanya “jatuh terpuruk sepuruk-puruknya” dalam percintaan, dan entah kenapa aku tidak seberuntung seperti dalam kehidupan pekerjaan atau pendidikan. Uniknya ternyata jodohku adalah orang yang tidak pernah ada di dalam benakku untuk berumah tangga dengannya karena jodohku ini adalah teman baikku, malahan aku pernah mengecewakannya. Dan memang standar aku ingin menikah itu aku ingin menikah “dipabuat”, artinya dalam Batak Angkola pihak lelaki harus datang ke rumah secara baik-baik untuk melamarku dan dibawa keluar dari rumahku secara baik-baik. Aku dari Padangsidimpuan yang termasuk Batak Angkola sehingga persata pernikahannya pakai adat Batak Angkola.

Flashback tahun 2011 ketika aku memiliki target menikah di umur 25 tahun dan waktu itu aku memiliki mantan namanya John. Alhamdulillah, Allah memiliki cara tersendiri untuk menunjukkan bahwa mantanku itu bukanlah jodohku. Kemudian patah hati bertubi-tubi sejadi-jadinya karena “udahlah tukar cincin, udah dibayar mahar” eh batal nikahnya.

Kemudian aku menjalin hubungan lagi dengan pria asal Palembang dan waktu itu aku minta maharnya 40 juta dan menyuruhnya menabung. Karena aku memiliki keinginan ketika menikah “pakai adat Batak Angkola” entah kenapa ingin rasanya memakai “Gulang” dan memilki tempat burangir (tempat daun sirih) dengan nama sendiri.

Alhamdulillah, ketika tabungan si mantan udah ada, eh nikahnya ama orang lain. Asli jagain jodoh orang 4 tahun itupun pas aku kasih undangan ada yang bilang gini “Untung ninggalin Andi ya Win, akhirnya dapat bule”. iiiIh asli yang ngomong itu sampah banget pengen rasanya aku masukin cabe karena dia hanya bisa ngejudge tanpa tahu gimana rasanya proses sakit hatiku ditinggal nikah dengan undangan yang disebar cuma dari whatsapp seolah kenanganku dengannya itu hanya angin lalu. Bahkan si orang nyinyir ini gak tahu juga gimana kami putus gak jelas hanya karena masalah membahas pernikahan. Tapi ya sudahlah , mantanku itu memang baik tapi bukan jodohku, udah gitu aja. Terus orang yang berkata itu mungkin hanya asbun saja 😛

Pernikahan Indonesia-Perancis dengan Adat Batak Angkola

Dari pria Palembang, aku menjalin hubungan dengan lelaki asal Bukittingi berdarah Minang+Jawa yang merupakan cinta pertama yang berujung aku ke Psikolog karena stress berat. Disini aku mengalami yang namanya dibutakan cinta “goblok segoblok-gobloknya”.

Tapi aku bersyukur telah bertemu dengan mantan-mantan ini karena berkat merekalah aku mendapatkan pelajaran dan lebih mencintai diriku sendiri. Dan khusus yang mantan terakhir itu, benar-benar memberikan “pengalaman hidup yang sangat berharga” saking berharganya dia menyadarkanku untuk menghargai “orang yang cinta kepadaku dan menghargai perjuangan seseorang” (wuiiiidiih aku curhat hihi :D)

Jadi itulah curhat kecolonganku mengenai keputusanku akhirnya menikah dengan sahabat sendiri karena pernah gagal 2x “ingin menikah” dan gak mau gagal yang ketiga kali.

Nah dibalik semua pengalaman cinta yang gagal, Allah itu sangat menyanyangiku karena memberikan jodoh yang terbaik padaku. Sewaktu gagal dengan cinta pertama bhakan pindah ke Sumbar demi dia eh terus dia kagak jelas, aku sempat dekat dengan dua orang. Keduanya sangat baik dan dari segi keluarga juga baik sekali. Namun bukan jodoh karena aku lebih condong ke suamiku.

Meski suamiku berasal dari Perancis, dia rela meninggalkan pekerjaannya demiku dan pindah ke Indonesia. Suamiku pernah mengajak ke Negaranya tapi aku terlalu cinta terhadap Indonesia sampai suami akhirnya mengalah dan hidup bersamaku.

Untuk urusan mahar, ada teman yang sempat penasaran“berapa maharku”. Maharku hanyalah “seperangkat alat sholat” saja. Murah kan? Karena prinsipku sebaik-biak wanita ialah yang maharnya murah. Murah bukan berarti murahan. Maharku hanyalah seperangkat sholat, namun suami membayar biaya pesta yang aku inginkan karena dia tahu bahwa impianku ialah menikah dengan adat Batak Angkola. Dia juga tahu meski aku punya uang namun aku ogah membayar nikahanku sendiri karena bagiku standar lelaki itu harus bisa membayar biaya nikahnya sendiri tanpa bantuan orang tua, meski orang tuanya sanggup. Alhamdulillah suami membayar resepsi pernikahan kami dengan uangnya sendiri.

That’s my man!!

Selain mendapat suami yang jadi sahabat sendiri, aku juga mendapat Mertua yang baik sekali. Bahkan Mertua sangat open minded meski anaknya jadi Muallaf dan memulai hidup dari “Nol” bersamaku.

Awalnya Mertua khawatir apalagi perbedaan budaya yang sangat jauh namun akhirnya Mertua melihat betapa sayangnya anaknya kepadaku sehingga mereka sangat mendukung. Bahkan Mertua bela-belain beli tiket dari Perancis dan datang ke pernikahan kami. Tidak hanya itu, Mertua juga membuat resepsi pernikahan kami di Perancis tahun 2020 saking senangnya akhirnya anaknya menikah karena Mertua gak pernah menyangka anaknya bakalan menikah. Jangankan Mertua, aku juga tidak menyangka menikah dengan anaknya. Karena tidak ada dalam benakku untuk menikah dengan anaknya, tapi itulah jodoh Rahasia Ilahi. Allah itu mudah membolak-balikkan hati 🙂

Rencana pernikahan kami tanggal 21 Juli 2019 namun kami sudah melakukan akad tanggal 28 Juni 2019. Kami memilih resepsi di bulan Juli karena Mertuaku baru ada liburnya di atas tanggal 14 Juli.

Mertua datang ke Padang karena ingin melihat kehidupan kami di Sumatera Barat. Baru dari Sumatera Barat kami ke Padangsidimpuan dengan naik travel seharga Rp750.000/5 orang dan dijemput langsung ke Payakumbuh.

Saat naik travel dengan kecepatan diatas 80km/jam, Mertua ketakutan luar biasa dan mereka tak percaya bagaimana orang Indonesia mengemudi serta kok masih hidup dengan bawa mobil seperti itu. Maklum negaranya taat aturan, berbeda dengan negara kita. Bagiku itu biasa saja, tapi percayalah Mertua kapok naik bis mini dengan pengendara yang super gila menurut mereka.

Kami berangkat dari Payakumbuh jam 8 malam dan sampai di Padangsidimpuan jam 4 pagi dan kami langsung tepar ketika sampai di kampung halamanku. Setelah istirahat cukup, meski baru sampai dikampungku, kami langsung bantu-bantu apa saja pekerjaan untuk pernikahan adat Batak karena pada malam hari akan ada Marfokat untuk pernikahan kami.

Acara Marfokat

Marfokat adalah acara yang diadakan sebelum pernikahan diadakan serta acara penerimaan suami menjadi Batak. Dalam marfokat ini akan dimusyawarahkan siapa yang akan bertanggung jawab dalam pernikahan serta penjelasan proses pemberian Marga.

Karena aku Boru Regar, rencana awal akan mengadopsi Marga Harahap buat Suami namun karena di Gang rumah sudah jarang “Harajaon” dan “Hatobangon” (Raja dan Tertua Adat di Kampung) maka akhirnya Suamiku diberi Marga “Nasution”.

Dalam marfokat ini ada keluagaku dan Mertua juga. Marfokat ini kami menyediakan “burangir” (sirih) kepada Raja yang ada. Kami juga menyediakan rokok dan “sipulut” (ketan dengan gula merah) untuk acara ini. Kalau waktu setelah akad kami habis Rp1.000.000 maka acara marfokat ini habis Rp2.000.000 karena aku kasih ke sepupu untuk ini dan Rp500.000 untuk dibagikan kepada peserta yang datang.

Disini suami mengejek “kenapa ya marfokat itu harus merokok padahal dia sendiri tidak merokok dan dia pula yang bayar orang merokok tersebut”. Aku pun hanya terdiam karena jujur saja pas acara pernikahan resepsi ini aku sempat mengeluarkan air mata karena semuanya aku sendiri yang mempersiapkan dan dibantu oleh sepupuku dengan uang suami.

Kegiatan sebelum resepsi

Sebelum resepsi pernikahan banyak sekali yang dipersiapkan. Mulai dari membeli bahan-bahan makanan hingga apa saja yang dibutuhkan untuk acara nikahan ini sampai hal terkecil seperti bayar listrik buat keyboard (nyanyi). Untuk dekorasi pas pernikahan saja kami mengeluarkan uang Rp10.000.000 dan memilih CV Arisan. Dekorasi yang diberikan cukup memuaskan karena sesuai dengan keinginan kami dengan mengusung Adat Batak Angkola. Kami tidak mau menggunakan dekorasi kekinian yaitu bangku manik-manik dengan bunga-bunga. Kalau kata suami “terlalu blink-blink”. Lucunya kebanyakan pernikahan “kekinian” di kampungku itu menurutku dan suami ity=u kampungan. Aku lebih memilih pernikahan yang sederhana dan dengan tema adat. Aku menikah saja tidak memakai emas kecuali cincin nikahku. Biasanya orang menikah di kampungku itu akan seperti “toko berjalan” tapi aku tidak mau meski di cap “miskin”. Lah memang bukan kaya raya kok, ngapain show up, better be a simple. Karena ngapain aku seperti toko emas berjalan, toh pakaian yang aku pakai saja sudah menor, tapi ituhanya aku sih, and I do not want to please anyone, it is my wedding, so I can do whatever I want without any objection 🙂

Kami sempat mendapat dua vendor dan awalnya budget hanya 7 juta saja. Namun karena vendor yang lain tidak bisa memberikan “tema adat batak Angkola” akhirnya tidak apalah habis 10 juta walau dalam hatiku tidak ikhlas. Untuk CV Arisan ini lumayan bagus tapi penyakitnya ya sebelum uang muka di transfer baiknya gak ketolongan eh habisdibayar uang muka 50%, orangnya itu dihubungi susahnya minta ampun. Bahkan tidak terima “complain”. Yang paling tidak menyenangkan ialah make up alias tata rias pernikahanku karena tebal sekali dan itupun sudah aku request biar tidak tebal.

Yang lucu saat pernikahan, aku tidak mau dipakaikan “mahkota” ala-ala meski kecil. Bahkan aku bilang ke yang merias aku “ya udah Kak, kalau pakai mahkota ini mending jilbab aku buka sekalian”. Asli si kakak ini kayaknya stress menghadapi penganten sepertiku. Karena aku ingin di rias sederhana dan tidak pakai Mahkota yang menurutku kampungan. Sorry its just opinion, i do not like it, but you do not have to follow me because if you like it, you can use fake crown in your head on your wedding but not me!!

Selain persiapan dekorasi, yang paling menyita pikiranku ialah pritilan alias yang kecil-kecil. Ada-ada saja kurangnya dan rasanya udah dibayar eh kurang lagi. Kurang minyaklah, kurang air kemasalah, kurang ini itu. Bahkan uang yang aku berikan itu tidak jelas kemana perginya, sampai sekarang rincian gak ada. Disini yang benar-benar membuatku banyak-banyak “istighfar”. Maklum biaya dari suami dan tipikal Bule itu jika mengeluarkan uang itu harus jelas kemana. Bukan karena tidak percaya tapi itulah Budaya BULE. Mereka sangat bijak dalam mengeluarkan uang, meski seribu harus jelas kemana uangnya habis. Namun yasudahlah toh pernikahan kami juga berjalan meski ada beberapa hal yang tidak diinginkan terjadi.Dan itu biasa dalam pernikahan, pasti ada “setan” yang datang 😀

Markobar

Markobar adalah acara yang dibuat untuk acara adat. Pada hari pernikahan kami, acara Markobar berbeda tempat dengan tempatku dan suami menunggu. Biaya adat ini kami membayar Rp3.650.000. Dalam acara Markobar ini kambing disembelih demi Marga Batak. Dengan demikian suami resmi memiliki marga Nasution. Dalam Markobar ini hanya orang tuaku dan Uwakku (Bibi) dan Harajaon serta Hatobangan yang ikut serta. Intinya Markobar ini tentang mangupa keluargaku serta diberi petuah. Barulah setelah Markobar selesai, tamu berdatangan.

Mertua dan Keluargaku

Aku cukup beruntung mendapatkan Mertua karena baiknya minta ampun, Yang lucu Mertuaku tiba-tiba jadi artis dadakan karena rata-rata orang ingin berphoto dengan mereka.

Mertua Perempuan malahan ikut membersihkan beras ke Sungai dengan “Uma-Uma” (ibu-ibu) kampungku. Sementara Mertua laki-laki, beliau memarut kelapa secara manual. Mertuaku bisa berbaur dengan warga kampungku bahkan tiba-tiba jadi favorit. Maklum Bule masuk kampung 🙂

Untuk bicara dengan keluarga itu cukup unik, kalau suami gabung dengan Mertua maka keluarlah Bahasa Perancis, sementara kalau aku dengan keluarga berbahasa Batak. Jadi ada dua bahasa dalam satu forum. Keluargaku dan Mertua berbicara dengan bahasa isyarat, atau kalau Suami kesulitan dia akan memanggilku untuk menerjemahkannya. Saat dia bilang “Winny Helps”, itu sangat lucu.

Lucky me!!

Acara Pesta Pernikahan Batak Angkola

Acara resepsi kami dimulai jam 9 pagi karena kami sudah melakukan akad sebelumnya. Pas pernikahan aku mendapatkan karangan bunga dari Bang Peterus dan Guru SMP 5 Pasid. Dekorasi kami sudah siap sehari sebelum pesta. Tapi make up ku datangnya jam 8:30 akhirnya make up nya buru-buru. Disini aku merasa tidak puas dengan riasan pengantinku karena aku mintanya natural eh tebalnya minta ampun, tidak sesuai dengan janji manis vendor CV. Arisan.

Bukan kesalahan si kakak yang rias telat karena dia juga baru tahu pas hari H jadi tidak ada persiapan. Untuk pernikahan ini aku memakai “Gulang”, yaitu nama yang ada di kepalaku seperti Mahkota ala-ala. Kata suami pas nikah aku seperti “Christmass tree” dan dia “Santa Clause” karena warnanya merah.

Dalam pernikahan ini aku 3x ganti baju dan dua kali memakai Gulang. Yang paling kasihan suami karena dia harus menahan rasa panas dan gerahnya baju serta pas nikahan dia sedang diare. Ditambah orang yang datang itu kebanyakan berphoto, mungkin karena pengantennya “Bule”. Kata temanku “Bule memakai Gulang”!! 🙂

Bahkan orang mendingan berphoto dulu daripada makan kali ya hehe 🙂

Disini suami tersiksa, sedangkan aku cukup pusing dengan beratnya “gulang”. Entah berapa orang yang datang pas pernikahan kami, tapi yang pasti kami tidak sempat makan. Aku sempat khawatir kalau makanan yang disediakan tidak cukup, tapi Alhamdulillah cukup.

Sayangnya pas pernikahan adikku lupa membawa souvenir pernikahan kami, akhirnya pernikahanku tidak ada souvenirnya. Meski akhirnya karena bersalah dia membeli souvenir pernikahan lagi. Jadinya souvenir nikahanku berlebih dan tidak terbagi 😦

Pas pernikahan kami aku juga melihat saudara sepupuku yang sangat lelah dalam pernikahan kami. Serta aku juga melihat kebahagiaan keluarga yang bernyanyi saat di pentas. Aku juag bertemu dengan teman-teman lama di pernikahanku ini, meski temanku kebanyakan adanya di Perantauan karena aku kelamaan Merantau. Temanku di Padangsidimpuan hanyalah sedikit, paling banyak yang aku undang palingan 50 saja. Sementara yang datang kebanyakan yang datang tidak aku kenal sama sekali.

Yang paling ramai itu dari jam 11 ke jam 2 siang, itu asli kami berdua disalam dan berphoto dengan tamu yang datang ke pesta. Suami yang tidak suka berphoto bahkan rela berphoto. Sampai Mertua bilang gini ke aku “My son really loves you, he is not the photos person”.

Beberapa teman SD, SMP, dan SMA ku datang bahkan Tama dari Bali datang ke nikahanku serta Afri si Boreg datang dari Jakarta. Dari pihak suami yang datang ialah temannya Loraine dari China. Dari keluarga suami hanya Mertua saja yang datang karena tahun depan dilaksanakan juga di Perancis. Meski pernikahan kami ada kerikil dan drama, tapi lumayan senang saat melihat kebahagiaan dari keluarga, teman, warga sekampung serta undangan yang datang kenikahan kami.

Dan yang paling penting, pas nikahan tidak ada hujan. Sebelum ada yang menyuruhku membayar Rp600.000 buat penangkal hujan hanya dengan memberikan secarik kertas nama kami tapi aku tidak ubris alias aku cuwekin orang tersebut karena yaelah emang aku mau musrik apa!!!

Mertuaku juga sangat senang dengan pernikahan kami karena beda sekali dengan pernikahan di Perancis. Mertua mengatakan kalau pernikahan kami begitu banyak yang datang serta Mertua mendapatkan pengalaman berbeda. “Your wedding is huge and amazing”, begitu kata Mertua.

Rere Marere

Sekitar jam 5 sore setelah tamu pulang dari pernikahan kami, maka acara beriktunya ialah “rere marere”, artinya aku “boru” (penganten perempuan”, dibawa pulang Mertua dan Suami pergi. Dalam Rere ini kami diberi nasehat dan makan nasi “pangupa”.

Pangupa artinya memberikan makanan yang didokan yang berisi telur, ayam, ikan Sungai yang memiliki arti dari makanan tersebut seperti Ikan Sungai yang berarti agar kami mencari rezeki di jalan yang baik. Dalam rere ini kami diberikan nasehat dari orang tua, kemudian dari Hatobangon dan Harajaon serta keluargaku yang terdiri dari “Mora”, “Kahanggi” dan “Anak boru” (Dalihan Natolu).

Dalam pemberian nasehat ini, kami diberikan nasehat terlebih kepadaku agar membimbing suami karena dia Muallaf serta diberikan nasehat lainnya. Dalam acara puncak marhata (memberi pesan) ini, pandongani (yang menemani) disampingku itu ialah keponakanku Vivi dan Taufik. Kami juga sempat memberikan respon atas nasehat yang telah diberikan kepada kami.

Setelah kata-kata nasehat diberikan, baru lah, aku, Suami dan Mertua makan nasi pangupa kami. Lalu setelah makan nasi pangupa barulah kami pergi meninggalkan rumah. Logikanya dibawa pulang suami ke rumahnya 🙂

Budget Resepsi Pernikahan Batak Angkola

Awalnya rencana budget nikah kami itu haya Rp25.000.000 dengan undangan maksimal hanya 500 orang. Aku sempat ingin menyerahkan semuanya ke catering yang hanya Rp18.000.000 dan terima beres. Tapi mau gimana banyak intervensi dari keluarga, yang ujung-ujungnya aku menyesal menikah di rumahan karena biayanya jauh lebih mahal daripada menikah di Hotel. Adikku sempat menyarankan untuk biaya menikah di Hotel saja dengan biaya Rp23.000.000 untuk 300 orang di Medan namun aku tidak mendengarkan malahan aku tetap mempertahankan Ego agar aku menikah secara “dipabuat” (maksudnya menikah secara adat Batak Angkola dengan Mertua dan suami datang ke rumah).

Namun yang terjadi ialah saling berantem dan biaya yang kami keluarkan bengkak sekali. Belum lagi undangan yang datang itu aku tidak tahu sama sekali siapa saja dan boro-boro ada bantuan dari keluarga. Tapi tidak apa-apa, dari pernikahan ini terlihat jelas sekali belang dari keluarga sendiri. Ironisnya orang lain itu lebih banyak membantuku dari pada keluarga sendiri. Memang tidak semua keluargaku separah itu karena ada juga beberapa keluargaku yang membantu dan sangat berjasa dalam pernikahan kami. Namun resepsti Batak Angkola yang jadi mimpiku ini akhirnya sebagai pembelajaran khususnya menikah di rumahan. Aku sempat makan hati, tapi begitulah nasib jika memiliki keluarga yang complicated. Tapi Alllah memberikan keluarga baru yang tidak secocor bebek keluargaku. Di nikahan ini sih kelihatan benar yang benar-benar tulus serta yang ada maunya bahkan yang “speak” doang, bantu kagak. Beberapa keluargaku sedikit yang memberikan bantuan secara materi, kebanyakan secara immateri, dan itu aku sangat bersyukur. Yang paling tidak mereka ikut membantu pernikahanku.

Dengan keluarga

Meski habis Rp60.000.000 dalam pernikahan kami yang harusnya mewah dengan budget segitu tapi yasudahlah. Alhamdulillah Amplop yang aku dapat dari lebih dari 1500 undangan alias tamu yang datang totalnya Rp1.000.000 saja. Iya sejuta, karena amplop yang aku dapatkan kebanyakan itu isinya Rp5000 dan bahkan ada yang isi dua ribu bahkan tega memberikan Amplop kosong.

Namun aku anggap saja sedekah dan aku anggap pernikahan yang hbais 60 juta itu sedang “jalan-jalan ke Mesir”, toh aku jalan-jalan juga habis lebih dari segitu. Bukan uangku juga namun aku kasihan ama suamiku karena keinginanku menikah secara Batak Angkola uangnya habis 60 juta. Padahal bisa kan beli kebutuhan nikah atau Haji berdua.

Tapi… yasudah “SEDEKAH”!!!

Pernikahan Indonesia-Perancis dengan Adat Batak Angkola
What to buy for married Expenses
Rings Rp3.250.000
Praying Set Rp500.000
Wedding invitation Rp500.000
Batak culture ceremony Rp3.650.000
Akad Rp600.000
Wedding outfit Rp2.000.000
Photographer Rp.550.000
Music Tools Rp2.500.000
Decoration Rp10.000.000
Souvenir Rp500.000
Bread Rp500.000
Makeup Rp800.000
Akad gathering Rp1.000.000
Marfokat Rp500.000
Money for the chief city Rp200.000
Fabric to family Rp400.000
Food Rp20.000.000
Rice
Wood
Meat
Gado-gado
Drinks
Kerupuk
Food for people who works Rp670.000
Washing plate, cooking meals Rp550.000
Chicken Rp2.000.000
Cleaning the rice and jack fruits Rp3.538.000
Electricity, and ingredients Rp500.000
Cousin Rp7.100.000
Total Rp61.708.000

Meski habis Rp60.000.000 dalam pernikahan kami dan Alhamdulillah Amplop yang aku dapat dari lebih dari 1.500 undangan yang aku tidak tahu kebanyakan itu hanya Rp1.000.000 saja. Iya sejuta, karena amplop yang aku dapatkan kebanyakan itu isinya Rp5000 dan bahkan ada yang amplop kosong. Namun aku anggap saja sedekah dan aku anggap aja jalan-jalan ke Mesir, toh aku jalan-jalan juga habis lebih dari segitu. Cuma sayang sekali uang suami habis segitu karena keinginanku menikah secara Batak Angkola.

Begitulah pengalaman pernikahanku secara Adat Batak Angkola dengan Suami dari Perancis. Meski sempat menitikkan air mata, habis uang 60 juta tapi aku bersyukur karena pernikahanku berjalan dengan baik serta banyak yang datang ke pernikahan kami.

Aku juga berterimakasih kepada teman-teman yang sudah mendoakan kami dalam pernikahan dan teman-teman yang telah memberikan kado pernikahan kami, keluarga yang membantu dan orang-orang yang bertanya kapan kawin tapi pas diundang tidak datang.

Akhirmya aku “malakka matua bulung” dan semoga yang baca jika belum menikah mendapatkan jodohnya.

Amin!!

Salam

Winny

Published by Winny Marlina

Indonesian, Travel Blogger and Engineer

31 thoughts on “Pengalaman Nikah Campur Indonesia-Perancis dengan Resepsi Adat Batak Angkola

  1. Puput juga sering ditanya kapan nikah. Uda gagal kmrn, krn ternyata memang bukan dia yg terbaik. Tapi sekarang pasrah dan sabar aja. Mungkin jodoh yang terbaik akan datang menghampiri.
    Semoga langgeng hingga maut memisahkan ya win.

    1. Sabar, ikhtiar dan banyak doa put. Lagian orang yang nyinyir dan nanya kapan nikah belum tentu datang pas nikahan. Yg kmren gagal emang bukan jodoh put. Aku juga gagal dua kali, tapi Allah gantiin yg jauh lebih baik

  2. Kelihatan seru dan ramai cerita nikahannya. Kadang sesuatu memang tidak seideal harapan tapi lebih baik fokus ke mada depan. Betul, nggak? Selama ini jadi follower blog jalan2mu, sekarang melihat sisi lain darimu mba Winny, yang lebih dekat. Sekali lagi selamat atas pernikahannya semoga langgeng…

    1. Betul banget kak. Apalagi pernikahan itu jalannya penuh liku dan adminstrasi hihi. Kalau masalah personal emang jarang cerita kak tapi karena udah nikah makanya baru berani membagikannya. Dan terimakasih banyak ya kak atas ucapannya

  3. Iklasin aja Win 60 jetinya, toh keinginamu sdh terpenuhi untuk nikah dg adata Batak 😉 . Itu yg kasih amplop kosong tega banget, sebaiknya sih bisa kita kira2 harga yg kita makan brp, ya kasih amplopnya masah cuma isi 5rb 😦 . Tapi ya memang begitu kali ya namanya di daerah pernikahannya, klo di Jakarta sih bakalan dapat lebih angpaonya, tergantung yg datang juga Win 🙂 .

  4. ada pernikahan yang masih masak di rumah kayak gini sudah jarang ditemui kan. seru kebersamaan ya gini sih..

    mengenai amplop orang ya gak bisa dibilang sih, setahuku kalau di daerah mereka punya ada kayak ulur tangan dengan kasih hasil cocok tanam gitu.

    1. Kalau dulu di kampungku kalau nikah biasanya masyarakatnya masak kalau sekarang udah pudar nilainya bahkan mardandang alias tukang masak dibayarin juga. Nilai gotong royong sudah hilang

  5. Senang membaca pengalaman hidup winny
    Selamat menempuh hidup baru winny
    Semoga langgeng sampai anak cucu

  6. Kalau pengalaman saya, yang tanya kapan nikah malah orang yang sering pinjam uang ke saya 😀 ;D
    Bukan tambah yakin malah tambah was-was nikah cepet2 tapi keuangan belum stabil

  7. Senang baca tulisan ini Win. Sangat jujur dan apa adanya. Aku walau belum nikah tapi udah kebayang ribetnya gimana hahaha. Apalagi aku tinggal di keluarga besar.

    Soal amplop, aku kaget ^^ Di kampung kami masih ada sih yang kasih uang 10 ribuan, tapi gak banyak. Tapi bener, mudah-mudahan ada berkahnya dari uang itu.

    Sekali lagi selamat ya Win. Tinggal nunggu tulisan Bijo nih. *lirik Bijo hwhw

  8. Selamat ya tok, akhirnya sah menjadi nyonya Antoine… itu yg nyumbang 2rb atau amplop kosong kok sadis dan tega kali ya..

    aku dulu nikahnya juga sederhana, acaranya cuma di tempat istri, aku cuma kasih mahar dan seserahan aja… Itok ayah sm ibu siregar kan yah?

  9. Wah seru banget cerita percintaan dan pernikahannya Winni dan suami…. btw, thanks atas undangannya, maaf nggak bisa hadir di pernikahannya… didoakan semoga semua perjuangannya berumah tangga mendapat berkah, menjadi keluarga sakinah, mawadah, warohmah dan warohmah dan dikaruniai anak2 yg sholeh dan sholehah… perjalanan panjang baru saja dimulai dear…. just be happy…..

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

%d bloggers like this: