Hello World!
Harau, November 2018
https://www.instagram.com/p/BMabFpdAMDj/
Pertama kali ke Harau di tahun 2011 saat masih di bangku kuliah. Aku masih ingat betul kala itu aku dengan nekatnya sendirian menjelajah Sumatera Barat. Kemudian aku ke Harau diajak teman SMP ku si Nyakmat. Kejadian itu seperti masih kemaren, dimana aku begitu takjub dengan keindahan dari tebing-tebing Harau. Tebing dengan warna eksotis serta teruntai dengan sombongnya berkata “aku ini mempesona”. Benar adanya sih si Harau ini begitu cantik dan mempesona. Kadang aku berpikir betapa waktu cepat berlalu!
Selang beberapa tahun berlalu, siapa sangka aku malahan tinggal di Kota ini dan bisa kembali mengujungi Harau sesukaku. Namun meski sudah tinggal di Payakumbuh, Sumatera Barat sejak Mei, masih terhitung aku kembali ke Harau, hanya 4x saja. Pertama waktu melihat Pasar Harau kemudian ke pohon tua ala-ala Korea di Harau, kemudian bersama Riski dan terakhir ini bersama Icha, Denny dan Thimo.
Biasanya aku tipikal orang yang mudah bosan, dan bakalan tidak mau diajak mengunjungi tempat yang pernah aku kunjungi. Tapi tidak dengan Harau, entah kenapa setiap aku mengunjunginya selalu menarik dan beda. Sehingga meski berkali-kali ke Harau aku iya-iya saja 🙂

"Icha un, temanku mau datang, kita bawa kemana ya?" "Bawa ke Harau aja kak", katanya
Benar saja pas Thimo datang kami membawanya ke Harau. Kami berangkat dari Payakumbuh jam 10 pagi dengan dua motor. Aku dengan Icha, dan Thimo dengan Denny. Sebenarnya kasihan juga membawa Thimo dengan motor ke Harau. Tangannya sampai merah hangus, beda dengan kami yang kulitnya udah hangus dari dulu. Bersyukurnya dia anaknya ikut-ikut saja alias anteng saja kami bawa. Yang lucu saat Denny tidak bisa ngobrol sehingga di Icha ketawa sepanjang jalan. Kami malahan banyakan ketawanya.
Berempat kami menuju Harau. Harga tiket masuk Harau Rp5.000/orang. Awalnya aku mengira kalau uang masuk ke Harau akan berbeda jika turis asing namun ternyata harganya sama saja.
"Eh keren banget Cha, harga tiketnya sama kayak kita"

Sesampai di Harau, Thimo begitu suka dengan Harau. Meski katanya banyak sampah. Disini aku merasa malu karena kebanyakan tempat wisata Indonesia itu kalau sudah kayak cendol saking terkenalnya maka sampahnya pun cendol.
You know Winny, i always tell that Ireland is beautiful, but after i saw Harau, this one is incredible. It just sad to see that they change it not natural and too many litters
Asli sebagai orang lokal aku malu sekali dengan perkataannya. Benar saja Harau sudah berubah tidak kelihatan alami. Bahkan ada kolam renang di tengah yang merusak pemandangan. Katanya kalau di negara dia, tidak sembarangan dalam membangun rumah apalagi tempat wisata. Penataannya dipikir benar.
Terus aku merasa sesak mendengarnya. Andai kita bisa meniru negaranya, tapi yaialah negara maju dengan berkembang pasti beda jauh, apalagi karakter orang kita yang masih suka buang sampah sembarangan, disitu aku miris. Apalagi orang sukanya wisata kekinian sehingga disulap kekinian yang penting laku dan menghasilkan uang. Padahal dulu tahun 2011 tulisan Harau saja tidak ada apalagi kolam renang.

Saat berada di Harau kami bingung apakah kami ke simpang kiri atau ke kanan dulu, lalu kami memutuskan mengunjungi kedua-duanya. Yang pertama ke Harau dengan air terjun tapi di bawahnya ada kolam renang. Kata Thimo kolam renangnya begitu jelek, dalam hatiku iya pula. Icha dan Denny hanya senyum-senyum mendengar pernyataannya yang benar itu.
Karena tidak banyak yang dilakukan, kecuali makan dan nyantai, kami melanjutkan ke sisi lainnya. Memang pagi harinya kami sudah sarapan lontong di tempat Bu De. Pas aku kasih tahu harga lontong Rp4000 saja, Thimo pun kaget.
"I know why you like stay here", katanya
Padahal dia gak tahu aja aku sebenarnya masih proses berdamai dengan diri sendiri apalagi masalah gaji yang aduhai bikin elus dada. Untungnya ada hal yang tidak bisa dinilai dengan uang yaitu “pengabdian”.
Nah pas di air terjun pertama si Thimo ngajak aku, Icha, Denny naik keatas.
"Ih ngapain kak kesana toh sama aja itu", kata Denny
Aku sih udah pernah dulu naik keatas jadi kalau manjat lagi ayo ngak juga ayo

Kami hanya sebentar disisi kiri Harau lalu memutuskan ke air terjun lainnya di sisi yang ada rumah Korea ala-ala di Harau. Saat ke air terjun, begitu ramai pengunjungnya. Saking ramainya kami bingung ngapain. Tapi air terjun di sini lebih alami meski ada kolam renang warnya sama dengan warna batuan. Mungkin kedatangan kami tidak tepat karena kami mainnya pas Sabtu sehingga banyak yang datang piknik ke Air Terjun Harau. Lalu kami pun hanya sebentar di Air Terjun Harau dan memutuskan pergi dari Harau.
Terus setelah itu kami ngapain coba? Makan es krim, gila kan? Jauh-jauh ke Harau lihat orang mandi-mandi di air terjun terus ujung-ujungnya kami malahan makan es krim. Kami mencoba menikmati waktu kami.
"Winny, i will back to Harau, i love this valley but i wanna climb", kata Thimo
Iya kali kak kata Denny, lama itu loh bisa berhari-hari.
Terus aku teringat tentang trip ke Ngalau 1000 yang dulu diajak Kak Bara yang belum kesampaian. Mungkin next time harus lebih menjelajah Harau kembali 🙂
Salam
Winny
Hahaha. Kalau sampai kembali lagi, namanya jodoh, Kak Win. :p
Iya ya wkwkkw padahal udah kemana-mana
Tebing dan air terjunnya itu memang bagus banget ya Win!
Ah iya, memang kalau pembangunan wisatanya nggak direncanakan matang, jatuhnya pemandangan yang seharusnya bisa bagus/alami jadi nampak “tercemar” ya.
iya Zilko, aku sempat malu gegara itu
ya ampuuuun rindu Harau, dulu aku ke sana tahun 2010-an
eh apakah bener di sini mau dibangun kayak Eropa-eropaan gitu? sempet liat di twitter atau Instagram gitu sih
iya bener jadi nyu-unyu
pas pertama kali kesini tahun 2016 aja, masih dikit bgt hal2 kekiniannya,, miris sebenernya, lebih indah alami.. tapi ya gimana ya, selera pasar di sini masih suka yg kekinian juga huff..
Next time harus kesampean kak win naik ke ngalau 1000. Di sekitar sana masih alami viewnya,, cantik..
-Traveler Paruh Waktu
Pengen ke 1000 ngalau
Yang paling disayangkan itu tanah lapang di depan tebingnya udah banyak dipenuhin rumah-rumah penduduk. Sampai sekarang penasaran sama kepemilikannya, itu tanah milik pribadi apa negara. Kesan naturalnya agak berkurang karena udah banyak rumah-rumah ya hehe.
iya sangat disayangkan