It’s ironic, but until you can free those final monsters within the jungle of yourself, your life, your soul is up for grabs
By Rona Barrett

Hello World!
Carita Pandeglang, 19 Februari 2017
Sudah lama rasanya tidak menelusuri hutan serta merasakan sejuknya air terjun. Terakhir kalinya ketika masih zaman kuliah bersama teman-teman KOSTUTI alias Kosong Tujuh Teknik Industi USU kalau tidak salah tahun 2009-an ke Air Terjun Dwi Warna dimana harus berjalan kaki selama 3 jam untuk sampai ke Curug/air terjun menelusuri hutan dan capeknya tiada tara setara dengan warna birunya yang mempesona.
Bak dapat durian runtuh, ajakan Curug pun datang dari teman-teman baru di Ciwandan, tepatnya dari Aries dan sodara-sodaranya yang bernama Geng “Gedang Gelem”.
"Mbok, ikut Curug tah? Ke Ciajeng?, kata Aries Ikut, jam berapa?, jawabku Minggu jam 9, jawab Aries Ok, Ikut ya!, jawabku
Harusnya janji ke Curug pas Pemilu namun karena teman-teman seperti Yani dan Ojung tidak bisa ikut akhirnya diundar di minggua. Alasan pengajakan mereka ke Curug karena kata Yani cocoknya itu aku ke adventure dan alam-alam sehingga menantang. Padahal aku mah “pejalan murah”, murah diajak kemanapun asalkan tempatnya belum pernah aku kunjungi 😀

Jam 9 kami pun memulai perjalanan menuju ke Carita dari Ciwandan. Perjalanan naik motor dengan 3 motor, aku dibonceng Aries, Ahmad dengan Ojung dan Faqih dengan Ima.
Tiga kereta dengan 3 motor berbarengan!
Sudah lama tidak touring sehingga bergabung bersama mereka seakan umur masih muda saja 🙂
Sebelum berangkat kami pun membeli bekal, seperti biasa “Nasi Padang” adalah teman kami dengan mengumpulkan Rp20.000 perorang sudah dapat nasi dengan daging. Kemudian Ojung sempat juga membeli minuman dan roti untuk dimakan pas di Curug, barulah kami memulai ekpedisi perjalanan ke Curug. Kebetulan Ojung sudah pernah ke Curug Kembar dan Curug Ciajeng atau Ciajeung sebelumnya sehingga dialah pemandu kami.
Untuk akses ke Curug Kembar dan Curug Ciajeng atau Ciajeung Banten dari Ciwandan ke Carita jalanan masih lumayan bagus namun pas masuk ke dalam Gang di Carita dengan tanda persawahan luas yang memanjakan mata, jalananya sudah mulai jelek. Ternyata jalanan yang kami lalu jelek itu tidak seberapa karena perjalanan mulai dari Gang Carita menuju ke Curug dipastikan jelek semua, jalanan bebatuan yang siap menghantam motor hingga jalanan berlubang nan batuan semua. Intinya dalam perjalanan ke Curug 95% jalannya rusak parah!!

Jalan yang jelek sungguh ekstrim, acap kali harus berpegangan erat dengan motor mulai dari menaiki perbukitan sampai menurunin perbukitan terus menaiki perbukitan lagi. Kadang kala rasanya hampir jatuh dari motor, unutng pegangan erat. Yang lucu sepanjang jalan kami melewati dua tiga pesta pernikahan. Hampir saja kami mampir untuk makan. Terus ada satu jalan menanjak yang membuat kami para penumpang yang dibonceng harus turun dan jalan kaki seperti Ima, aku dan Ahmad menaiki perbukitan yang siap membuat mandi keringat.
Aries, Ojung dan Faqih harus sekuat tenaga meng-gas motor mereka dalam menanjak di area yang jalannya super ekstrim jelek!
Dalam perjalanan ketika kami menunggu mereka menaiki motor, banyak penduduk lokal yang menyapa kami.
Mau ke Curug kah?, tanya si ibu yang menyapa kami Iya Bu, masih jauh kah Bu?, tanya kami Masih, Ibu saja tidak pernah ke Curug, sahut si Ibu.
Sungguh warga lokal sangat ramah kepada kami yang menunggu sambil beristirahat, paling tidak kerumunan ibu-ibu berbicara kepada kami walau hanya tegur sapa sepintas, dan meraka tahu betul kalau tujuan kami ke Curug.
Makan gorengan dulu, kata Faqih Horee ayoo, seru kami
Nah pas tiba-tiba melahap gorengan lewatlan Abang Bakso tusuk yang kemudian dengan sigap aku memanggil untuk membelinya.
Bang Rp4000 saja baksonya, kataku Sambil disorakin karena beli sedikit, Tante uangnya sedikit, jawabku nyegir hihi :D

Setelah beristirahat, akhirnya kami melanjutkan perjalanan kami karena tujuan kami masih jauh. Memang cuaca sewaktu kedatangan kami agak mendung sehingga jalanan licin namun dengan perjuangan berat akhirnya kami sampai di Desa Cinoyong, tempat Curug Kembar dan Ciajeng berada. Mungkin sudah 4 jam berlalu dan bersiap untuk jalan kaki!
Dari area parkiran, setelah melewati tempat pesta pernikahan disekitar situ tampak warga lokal mendatangi kami. Untuk tiket masuk ke Curug Rp5000/orang namun belum termasuk tiket parkir motor Rp10.000.
Tiket resminya mana? tanyaku Ini, kata warga lokalnya sambil memberikan karcis Terus tiket parkirnya mana, tanyaku agak bingung "alaahhhh", teriak mereka dengan kompak!
Bingung karena aku mengira Rp10,000 termasuk tiket masuk dan parkir ternyata beda dan pas aku menanyakan itu aku ditarik kompakan oleh kelima teman tripku ini
Eee, ayoo, tarik mereka!
Maklum sebagai orang yang sudah terbiasa jalan-jalan, tiket resmi itu penting sekali dan paling malas kalau bertemu dengan orang yang ngaku-ngaku penjaga suatu tempat wisata namun tidak berkontribusi dalam wisata tersebut alias masuk ke kantongnya saja. Semoga pikiran negativeku ini tidak benar!

Dari tempat parkir, ternyata kami harus berjalan sekitar 1-1,5 jam dengan kaki. Padahal dari Ciwandan kami jam 9 sampai di parkiran Desa Cinoyong sudah jam 11:30, dan dari pintu menuju ke Curug Kembar dan Ciajeng kami harus berjalan kaki lagi.
Beramai-ramai berjalan, keringat sudah bercucuran padahal perjalanan baru dimulai. Wajar duduk jadi dibonceng hampir 2,5 jam benar-benar membuat tepos belum lagi jalan kaki dengan jalan yang licin.
Duh salah pakai sepatu ke Curug karena warnya putih, si putih jadi korban!
Untuk menuju ke Curug lumayan seru walau cukup mengurus tenaga. Perjalanan kurang lebih 2 jam hambir mmebuat ngos-ngosan apalagi aku yang sudah lama tidak trekking.
Disini umur ternyata tidak bohong!
Tante sudah jompo ini, kataku kepada mereka
Sambil ditertawai mereka!
Ayoo, semangat jalan, kataku menyemangati diri dan teman-teman!

Pemandangan dalam perjalanan ke Curug Kembar dan Ciajeng sangat indah mulai dari persawahan, perbukitan serta masuk ke hutan. Udara hutan sangat segar serta pepohonan rindang, jalanan setapak yang licin menambah daya tarik ke Curug Kembar dan Curug Ciajeng yang merupakan wisata alam tersembunyi di Desa Cinoyong, Banten.
Tidak sia-sia perjalanan kami dari Kampung Jaha, Desa Cinayong, Carita Padeglang
Sesampai di Curug jam setengah satu, hujan pun turun, akhirnya kamipun berteduh di dalam pondok yang ada dekat Curug sekalian makan bekal yang telah kami bawa.
"Makan yuk, udah jam setengah satu dan lapar", kata Ahmad
Lalu kami berenam pun duduk melingkar sambil makan siang.
Tiba-tiba pas makan, “bruk” suara kayu pondok kelihatan tidak bisa menahan berat kami. Hingga akhirnya aku pindah ke depan atas suruhan Aries. Selang saat aku pindah kemudian kami menyuruh Ahmad mengambil tongsis untuk berphoto hal yang tak diiinginkan pun terjadi.
"Brakkk, tempat duduk kami patah dan pondok nyungsep ke bawah"
Alhasil aku pindah dan teman lain masih melanjutkan makan siang.

Hal yang aku sangat kagumi dari Curug Kembar dan Curug Ciajeng karena adanya tempat sampah yang sediakan masyarakat lokal sehingga kebersihan Curug tetap terawat.
Hal ini patut diapresiasi dan semoga kedepannya curug Kembar dan Curug Ciajeng tetap alami dan bersih.
Untuk jarang kedua Curug cukup berdekatan satu sama lain, kalau Curug Kembar berada di bawah maka Curug Ciajeng keatasnya lagi. Artinya kami dari pondokan harus berjalan lagi keatas Curug Ciajeng sekitar 15 menit melewati jalanan sempit dengan pemandangan air jernih di sisi kirinya.
"Yuk ke Curug Ciajeng", ajak Ojul kepada kami
Padahal masih geremis namun kami berenam berjalan menuju ke Curug Ciajeng.

Curug Ciajeng cukup indah menurutku karena air terjunnya dari bebatuan yang tinggi, disekelilingnya pepohonan hijau sehingga serasa berada di Amazone (padahal belum pernah ke Amazone).
Debit airnya juga lumayan deras, sayangnya untuk mandi di Ciajeng tidak begitu bisa karena dibawahnya tidak bergitu luas. Kebanyakan pengunjung hanya berphoto saja dan mandi di Curug Kembar.
Kami hanya 30 menit saja di Curug Ciajeng dan berada dibawahnya cukup membuat basah.
Ah sudah lama tidak ke Air terjun!
Dan yang paling aku heran itu, meski berada di area hutan, namun Alhamdulillah kami tidak menemukan hewan yang berbahaya, paling aku bertemu ular itupun di sawah pas pulangnya dan bukan di area hutan. Kami hanya mendengar beberapa suara burung ketika berjalan dari Curug Ciajeng ke Curug Kembar.
Namun walau begitu sayangnya pas di perjalanan aku melihat adanya penebangan hutan karena kayu-kayunya diangkut dalam mobil dan tentu saja aku tidak tahu penebangan itu sudah ada izinnya atau tidak karena sayang sekali jika hutan selebat dan seindah ini harus ditebang, mengingat indahnya Curug di dalam hutan tersebut!

Dari Curug Ciajeng kamipun menuju ke Curug Kembar. Beruntungnya pas menuju ke Curug Kembar hujan sudah mulai reda, namun tetap jalanan merah yang kami lalui licin. Kami juga harus menuruni jalan untuk sampai ke Curug Kembar dengan hati-hati.
Sama dengan namanya maka Curug Kembar ini terdari dari dua, tingginya memang tidak begitu setinggi Curug Ciajeng dari Bukit bebatuan namun sangat cocok untuk mandi. Disinilah kelima teman perjalananku ini mandi, sementara aku dari jauh cukup puas melihat mereka mandi sambil menahan dingin air, tentu saja air terjun ini membuat mereka menggigil. Karena aku melihat ekpresi menahan dingin dari mereka.
"Mandi teh, sini", teriak mereka "Ah tidak, aku memandangi saja", kataku

Setelah kelima teman puas mandi, akhirnya kami memutuskan untuk pulang karena jam sudah menunjukkan jam 3 sore. Temanku mengganti pakaian dekat area Curug Ciajeng dan Kembar karena terdapat tempat penggantian baju di dekat pondok milik warga setempat sekaliguas penjaga Curug. Si Bapak yang berjualan disekitar area Curug sangat rajin dalam membakar sampah yang ada.
Saat menunggu Ima, Faqih, Ojul, Aries dan Ahmad ganti baju, aku memesan jahe hangat dari pondok si Bapak warga lokal. Harganya cukup murah Rp4000/gelas.
Aku memilih duduk di bebatuan dekat Curug sambil minum segelas jahe hangat, dan menikmati hidup!
Ah Indonesia memang terlalu indah!
Beruntungnya bisa dibawa ke tempat yang penuh tantangan dan perjalanan jauh terbayar dengan pemandangan Curug yang mampu membius mata.
Say good bye dengan kegalauan! 😀

Setalah semua teman sudah siap sedia akhirnya kami pun melanjutkan pulang karena kami tahu betul perjalanan kami masih panjang. Meski di Curug kami hanya bersantai selama kurang lebih 2,5 jam sementara jalan kaki 3 jam serta jalan dengan motor 5,5 jam namun cukup puas.
Kalau kata Ojung, ini baru benar-benar petualangan!!

Tidak ada salahnya berteman dengan siapapun karena dari teman-teman baru inilah aku jadi tahu tempat baru!
Akhirnya kami pun pulang dari Curug Ciajeng dan Kembar dengan membawa kenangan tentang alam Indonesia nan rupawan
"Mbok rempong ya!"

Biaya Pengeluaran ke Curug Ciajeng dan Curug Kembar, Padeglang Banten
-Parkir motor Rp10.000
-Tiket masuk Rp5.000
-Nasi Padang Rp20,000
-Jahe Panas Rp4000
Total pengeluaran Rp59,000
Cukup murah kan?

Tips Perjalanan ke Curug Ciajeng dan Kembar
1. Mobil tidak begitu direkomendasikan ke Curug karena jalannya yang super jelek sehingga motor adalah pilihan terbaik dan kalau bisa motornya jangan matic karena areanya yang terjal dan jalan yang berlubang
2. Cara akses ke Curug Kembar dan Ciajeng dari Jalan Raya Padarincang Serang, Pasauran Calung namun bisa juga dari Bengras Kaoyang karena lokasi Curug berada di Gunung Ci Ajeng Kampung Jaha, Desa Cinoyong, Carita Padeglang, Banten
3. Terdapat penjual makanan di Curug beruapa minuman hangat dan mie sehingga yang tidak membawa makanan jangan khawatir karena ada penjual makanan
4. Sebaiknya memakai sepatu atau sandal gunung karena trekking jalannya lumayan ekstrim apalagi pas musim hujan. Jaket hujan dan tongkat trekking boleh juga dibawa
5. Membawa pemandu yang mengetahui jalan akses ke Curug biar tidak nyasar

Tiket Masuk ke Curug Kembar dan Curug Ciajeng/Ciajeung
Rp5000/orang
Parkir motor: Rp10.000
Alamat Curug Kembar dan Curug Ciajeng/Ciajeung
Desa Cinoyong
Kecamatan Carita
Kabupaten Pandeglang
Provinsi Banten

PS: ini hasil sepatu setelah pulang dari Curug Kembar dan Ciajeng.

Ada yang sudah pernah ke Curug Ciajeng dan Kembar, Banten?
Salam
Winny
Walau sepatu becek gitu, tapi terbayarkan ya pas ke curugnya.
iya koh seru pas jalan apalagi melihat persawahannya
Curugnya cakep pisan.
Salut pada masyarakat sekitar yang sadar akan kebersihan dengan menyediakan tempat sampah. Jempol.
aku suka kagum dibuatnya kak mereka memiliki kesadaran menjaga wisatanya
Salut, Winny. Rasanya aku sudah terlalu tua dan manja untuk berpetualang sepertimu. Hehe.
Terimakasih kak tapi aku juga betisnya udah gede kak kayak gajah bengkak karena banyak berjalan 😀
Haha. Bisa aja, Winny.
Medannya mengerikan kesana, tapi pengamandangannya it loh. Wiiiiiiiiiiiiiiiiiih…
kece badai ya haha
Huaaa, gila perjuangan banget ya Win buat kesana!!
betul zilko tapi seru alami lagi
Dari atas liat fotonya kok jalannya asyik banget,. Bisa belepotan tuh sepatu. Sampai akhir ternyata dipotret juga sepatunya hahahahhaha.
Tapi entah kenama aku lebih suka tiap akses ke Curug itu lebih bagus seperti ini. Ada semacam perjuangannya 😀
aku juga suka jadi ada tantangannya gk sukanya sih pas licin jatuh gitu 😀
musim hujan gini memang pas buat berburu air terjun, asal tetap hati2 aja kalo ujan deras turun. kalo ke air terjun gini memang seru kalo yg butuh perjuangan dulu baru sampe ke air terjun.
perjuangannya terbayarkan cuma pas hujan memang harus ekstra hati-hati
Alamak Winny, ini seluruh penjuru Indonesia sudah dikitari ya…lupa itu bakso 4000-nya 🙂
satu bijinya 500 kak murah kan ya hhehe:D
duh dek winny, kapan diajakin basah basaha di curug ini..satu curug kamu satunya aku
kamren aku diisengin pas photo di curug kembar hahah
diisengin gimana
katanya kembar jd harus ada kembaran yg lain
kembarannya dari dunia lain dong wkwk
bukan lagi dicari hahah
Masih asri ya, btw, tempat sampahnya itu lho, imut.
baik yah mereka
iya serasa bersama alam 🙂
di magelang ada juga loh grenjengan kembar alias air terjun kembar, tapi jalan kakinya tidak jauh banget, kondisi jalan juga hampir sama, rusak parah kalo sudah mendekati lokasi
kenapa kalau ke air terjun jalannya jelek ya
kurus winnyyyy!
dari jauh Rinta
win, cakep banget curugnya, masih asli banget soalnya pohon-pohonnya banyak sekali. mungkin ada pengaruh musim hujan juga makanya hijaunya lebat sekali, tapi mudah-mudahan selalu lestari ya. salut juga dengan masyarakat sekitar yang masih konsisten menjaga dan tidak semata mengeksploitasi. paling nggak uang yang dikeluarkan ada yang dipakai untuk penyediaan tempat sampah dan hal itu yang harus kita apresiasi banget, hehe. jadi semangat nih buat membolang, nanti kalau ada waktu jalan-jalan ah, hihi. semoga cuaca segera membaik.
yuk lah Gara kita belum pernah jalan bareng ke candi ok ke curug ok 😀
Kuy win, hihi.
Curug nya bagus banget yaa, pasti enak untuk jadi tempat menenangkan pikiran..
Di tempat2 wisata memang sering banget ya suka ada warga lokal yang seenaknya mungut bayaran tampa adanya karcis resmi… malah kadang udah bayar parkir pas masuk, pas keluarnya malah diminta uang parkir lagi… -_-
Tapi seru ya jalan2 bareng temen2 ke tempat wisata seperti itu
iya aku juga skeptis yang minta uang itu bukan yang naruh tempat sampah tapi baru ini sih curug ada tempat sampahnya sehingga patut diapresiasi
Aaahh foto2nya keren 🙂 Jadi kangen main ke curug lagi hehe, terakhir kesana bulan Okt 2016 kak
curug emang asik kan ya dijelajah cuma perjalanannya itu loh panjang
Perjalanan dengan pemandangan curug yang didapat sepadan ya Win.
Ini namanya petualangan seru kalo saya menyebutnya. Capek tapi puas.
iya Mbak walau jauh tapi hasilnya memuaskan terus udaranya juga segar
hihi hati2 pas foto masuk sawah 😀
kiri kananya mana jurang lagi ya 🙂
Wah sepatunya kotor parah. Apalagi pas baik ada hujannya ha ha ha….. Tapi seneng sih pastinya karena ramai2 sama teman.
seru shiq 🙂
ajak aku kesini kak, buat slow speed kece nie
iya kak dan biar aku diajarin ngambil photo 🙂
Siaap, jadwalin kaak
wahhh akhirnya kesampean ke curugnya. lumayan bisa bakar kalori juga ya trackingnya
sayang kita belum jadi jalan bareng ya
iyaaa winn 😦
bawa motot trail mba win biar tambah menantang 😀
itu keren dah pakai trail
suasananya masih alami gt mbak win, kalo di Jogja mungkin sudah rame banget itu diserbu wisatawan. perhatian saya malah kepada tong sampahnya hehehe unik 😀
banyak loh di banten curug yang masih alami namun kesananya penuh perjuangan
Assalaamu’alaikum wr.wb, Winny….
Menatapi alam yang hijau dan masih lestari dengan mata sendiri tentu mempunyai nilai estetika yang tidak mampu dilupakan sampai bila-bila. Tambah lagi mengambil masa yang panjang untuk sampai. Pemandangan alam sekitarnya menyejukkan mata dan menenangkan jiwa. Memang keindahan desa tidak mampu ditandingi hutan batu ya. Ternyata warga lokalnya mengambil berat hal kebersihan di curug dan persekitarannya.
Salam manis dari Sarikei, Sarawak. 🙂
waalaikum salam kak Siti
benar kak Siti yang alami memang membuat senang 🙂
ke curug 10.000 kaya udah harga standart nasional yaa. 😂😂😂
jompo ? memang umur kamu berapa win #ditendang
wkwkwk iya nih faktor u 😀
asyik juga trekking-nya … menikmati alam pedesaan. Tempat2 wisata Pandeglang jarang terdengar … pasti disana banyak tempat2 indah .. mumpung lagi “liburan” di ciwandan .. sok atuh explore tempat2 wisata disana … apalagi kalau penduduknya sadar kebersihan … tambah asyik dan nyaman untuk piknik kesana
di banten banyak wisata curugnya kak
aku belooooomm. tempatnya “sembunyi” banget ya itu kak. siap siap sepatu tracking nih.
perjuangannya berat tapi curugnya asoy. apalagi bisa buat mandi segala. ntap lah