Ceto is a fifteenth-century Javanese-Hindu temple that is located on the western slope of Mount Lawu on the border between Central and East Java provinces. Location of Cetho temple in Gumeng, Ngargoyoso, Karanganyar, Indonesia (Wikipedia)
Kami di Candi Cetho Karanganyar
Hello World!
Karanganyar, 11 Oktober 2014
Jam telah menunjukkan jam 5 sore pada saat Aku, Gladies, Cecil, Sarta, Desti dan Reza meminta Pak Yoyo dan Mas Cendil untuk mengantarkan kami ke Candi Cetho yang tidak jauh dari Candi Sukuh. Pemandangan alam di Karanganyar begitu indah apalagi kebun teh nya yang mantap!
Ada cerita dibalik perjalanan kami ke Candi Cetho. Jadi, pada saat aku meminta diantar ke Candi Ceto sebenarnya antara ragu berhubung sudah sore tapi karena sudah terlanjur dan toh katanya dekat kenapa tidak, sehingga kami memutuskan untuk kesana walau sebentar.
Sesampai di Candi Cetho waktu telah menujukkan jam 5.30 dan hampir magrib coy! Lalu kamipun buru-buru membayar tiket masuk ke Candi Cetho yang dalam hal ini si Rezalah si tukang bayar tiket alias bendahara kami sehingga Reza membayar karcis masuk di loket karcis Candi Ceto. Karena di dalam rombongan kami ada Cecil yang notabenenya bule maka kami bayar sekaligus berenam melalui perwakilan kami tadi karena kasihan si Cecil kalau bayar mahal sebab dia kan mahasiswa juga 😉
Untuk harga tiket masuk ke Candi Ceto cukup murah yaitu Rp3000/orang saja. Karena Candi Cetho berada di ketinggian 1.470 meter di atas permukaan laut ditambah di sore hari sehingga sunset di Candi Cetho keren banget.
Candi Cetho Warisan leluhur di lereng Gunung Lawu
Candi Cetho
Memasuki Candi Cetho maka teman-temanku pada buru-buru naik keatas yang kami telah disambut oleh gapura keren yang mirip di Bali loh. Salah satu tempat yang sangat aku suka karena pas moment sunset, silut kami keren banget disini sehingga melihat sunset di Candi Cetho sangat berkesan sekali walau tempat ini rada-rada angker ya! Maklum kami datangnya magrib plus salah satu teman kami Indigo 😀
Oh ya biar tidak hoax gambar dibawah ini diambil di Candi Cetho, menurtuku photonya artistik bahkan Sarta paling suka dengan hasil photo siluet gapura dengan sunset. Sayangnya pas photo ramai-ramai kami, photonya kabur tapi tak apalah yang penting ada #penggilaphoto alias narsis tingkat tinggi heheh 😀
Ditemukan pertama kali oleh warga negara Belanda bernama Van de Vlies pada 1842. Sementara, penggalian dilakukan pertama kali pada 1928 oleh Dinas Purbakala (Commissie vor Oudheiddienst) Hindia Belanda (Okezone)
Aku di Candi Cetho
Memasuki Candi temanku naik buru-buru sekali sementara aku santai sambil asyik membaca papan informasi mengenai seluk beluk Candi Cetho yang menurutku sangat informatif serta bermanfaat khususnya bagi pembaca yang belum pernah, hitung-hitung sebagai oleh-oleh dari Candi Cetho.
Ukuran Candi Cetho 190 m dan lebar 30 meter memiliki ketinggian 1496 m dari permukaan laut. Candi Cetho berlatar belakang agama Hindu. Pola halamannya berteras dengan susunan 13 teras meninggi kearah puncak. Bentuk bangunan berteras mirip dengan bentuk punden berunduk masa prasejarah. Potret Candi Cetho tahun 192 yaitu sengkalan memet (angka tahun yang digambarkan dengan bentuk binatang, tumbuhan, dan sebagainya) berupa tiga ekor katak, mimi, ketam, seekor belut dan tiga ekor kadal. Tahun pendirian Candi Cetho dari prasasti dengan huruf jawa kuno pada dinding gapura teras ke VII yang ditafsirkan peringatan pendirian tempat perawitan atau tempat untuk membebaskan dari kutukan dan didirikan tahun 1937 Saka (1475 M). Fungsi Candi Cetho sebagai tempat rawutan yang dapat dilihat dari symbol dan mitologi yang ditampilkan pada arcanya. Mitologi yang disampaikan berupa cerita Samudramanthana dan Garudeya. Sedangkan Simbol penggambaran phallus dan vagina dapat ditafsirkan sebagai lambang penciptaan atau dalam hal ini adalah kelahiran kembali setelah dibebaskan dari kutukan. Arca Phallus (kelamin laki-laki) yang bersentuhan dengan arca berbentuk vagina (alat kelamin wanita) yang disatukan dengan bentuk garuda.
Candi Cetho
Waktu memasuki Candi Cetho lagi-lagi aku geleng-geleng dengan peninggalan arca yang super aneh! Kenapa tidak? Seharian kami di sambut oleh objek wisata yang mengejutkan dimulai dari Sangiran dengan manusia purbakala, patung xxx di Candi Sukuh hingga arca yang xxx juga di Candi Cetho sehingga asli ‘dah wisata Solo kali ini bener-bener membuat kami memandang satu sama lain. Walau demikian aku suka sekali dengan arca kura-kura yang unik seperti yang ada di Candi Cetho!
Yang paling pertama kali naik menelusuri teras di Candi Ceto itu si Reza hingga ke ujung. Disamping teras Candi Cetho terdapat Gazebo yang mirip dengan yang ada di Bali tepatnya di Tampak Siring, mungkin karena sama-sama dari peninggalan kerajaan Hindu kali ya!
Ukiran-ukirannya di Candi Cetho juga menarik loh sehingga untuk menuju ke Candi cetho lumayan seru hanya saja sedikit luangkan waktu, minimal 1 jam untuk mengelilingi Candi dengan seksama. Jangan seperti kami yang hanya 30 menit saja karena dikejar waktu persis kayak sinetron kejar tayang dah!.
Reza di Candi Cetho
Kesan pertamaku melihat Candi Cetho ialah “unik”. Nah saat baca blognya mas Cumilebay (PS Ijin kutip ya mas) ternyata aku baru tahu kalau Candi Cetho “Sebagai tempat pemujaan Dewa Siwa, candi cetho di hiasi arca phallus yg menjadi simbol Dewa Siwa. Terdapat pula patung Brawijaya V serta penasehatnya dan susunan batu bentuk lingga dan yoni yg berukuran dua meter. Bangunan utama candi berbentuk trapesium berada di teras paling atas. Sampai saat ini masih di pergunakan oleh penduduk sekitar sebagai tempat beribadah” (Kutipan dari Blog mas Cumilebay)
Menarik bukan?
Candi Cetho, Karanganyar
Untuk kunjungan ke Candi Cetho pada sore saat magrib tidak aku rekomendasikan walau sunsetnya indah sekali karena ada kejadian yang “ehem eehm” saat kami mengunjungi Candi Cetho. Well aura mistis di Candi yang berada di kaki Gunung Lawu memang agak angker sih!
Ceritanya pas Mas Cendil ngajak ke Candi Kethek/puri Saraswati pas magrib banget eeh tapi malah dia tidak berani ke atas, dia yang nunjukin tapi dia yang tidak ikut naik. Katanya dekat tapi lagi-lagi temanku yang salah satunya Indigo takut sehingga aku mengurungkan niat ke atas. Kalau dipikir-pikir memang seram sih suasanya! Selain itu, kami juga sudah meninggalkan Cecil sendirian mengambil photo. Lalu kami balik menuju tempat Cecil berada.
Cagar budaya Candi Ceto cocok buat destinasi liburan bagi penyuka Candi!
Candi Cetho di kaki Gunung Lawu
Oh ya catatan penting buat pengunjung tidak boleh masuk ke kawasan arca yang berbentuk Arca Phallus yang menyatu dengan arca berbentuk kura-kura yang di kasih pembatas dengan tulisan “dilarang masuk”. Tapi jangan khawatir, pengunjung masih tetap bisa mengitari karena ada jalan disepanjang keliling lingkaran. Lalu terdapat patung di samping kiri kanan menuju tangga atas.
Aku ketika melewatinya seakan kembali di masa silam ketika aku hanya berimajinasi lewat buku di bangku sekolahan dulu sambil membaca sejarah kerajaan Hindu lalu siapa sangka ternyata apa yang aku baca waktu kecil menjadi hal yang aku lihat dimasa sekarang 🙂
Candi Cetho
Selain relief ada juga loh kisah di balik Candi Cetho yang lagi-lagi aku dapatkan dari papan pengumuman. Kalau di baca-baca ceritanya seperti kisah Mahabrata.
Cerita Samudramanthana menceritakan taruhan antara kedua istri Kasyapa yaitu Kadru dan Winata pada pengadukan lautan susu untuk mencari air amarta atau air kehidupan. Gunung Mandaran dipakai sebagai pengaduknya. Dewa Wisnu berubah menjadi seekor kura-kura dan menopang Gunung Mandara. Kadra menebak bahwa ekor kuda pembawa air amarta yang akan keluar dari lautan susu berwarna hitam sedangkan Winata menebak ekor kuda itu berwarna putih. Ternyata kuda yang membawa air amarta berwarna putih. Tetapi anak-anak Kadru yang berwujud ular menyemburkan bisanya sehingga warna ekornya berubah menjadi hitam. Walaupun bertindak curang, Kadru menang dalam taruhan. Kemudian Winata dijadikan budak oleh Kadru.
Cerita Garudeya mengisahkan tentang pembebasan Winata oleh anaknya, Garudeya. Ia menemui para ular meminta ibunya dibebaskan dari budak Kadru. Mereka setuju asal Garudeya dapat menukar dengan air amarta. Garudeya pergi ke tempat penyimpanan air amarta yang dijaga para dewa dan air tersebut diserahkan kepada para ular. Akhrinya Winata berhasil dibebaskan dari perbudakan Kadru
Aku di Candi Cetho
Sisi lain yang aku suka dari Candi Cetho ialah pada sisi perpaduan arca garuda, kura-kura, arca phallus serta gapura diujungnya merupakan pemandangan menarik bagiku. Ditambah suasana segar lengkap dengan udara bersih khas pegunungan yang membuat kami menjadi awet muda hahaha 😀
Oh ya selain Arca aku juga sangat senang melihat photo Gladies saat sunset karena pemandangan ke bawah keren sekali. Nuansa dari ketinggian terlihat jelas, plus si Gladies juga candid saat di photo.
Untuk yang doyan makan jangan khawatir karena disekitar Candi Ceto terdapat warung untuk membeli makanan dengan harga terjangkau, jadi tidak perlu repot membawa bekal. Yang suka rempong kalau ke Candi Cetho bisa lega deh gk perlu rempong lagi 😀
Gladies saat sunset di Candi Cetho
Untuk pengalaman horor sendiri ketika kami meminta salah satu pengunjung pas magrib dengan latar belakang Candi Cetho. Awalnya sang pengunjung tidak mau sama sekali memphoto kami lalu mau memphoto kami karena terpaksa. Pengunjung berkata “aduh saya tidak berani mengambil photonya”. Inilah alasan kenapa aku tidak rekomendasi mengunjungi tempat ini saat magrib.
Jangan ditiru ya photo pas Magrib di Candi Cetho!
Kami di Candi Cetho ( Kiri ke kanan : Gladies, Cecil, Desti, Sarta, Aku dan Reza)
Pelajaran dari perjalanan Candi Cetho
1. Travelling ke Candi cetho merupakan travelling murah karena wisata murah yang hanya bermodalkan tiekt Rp3000 saja
2. Tempatnya unik karena berada di bawah kaki Gunung Lawu
3. Bagi penyuka peninggalan sejarah, Candi Cetho merupakan objek wisata menarik di Indonesia untuk dikunjungi
4. Tidak direkomendasikan datang pada sore hari walau sunsetnya yang indah kecuali dengan tourguide warga lokal
5. Jaga etika selama berada di Candi Cetho dan jangan buang sampah di dalam Candi
6. Candi Sukuh, Candi Cetho dan Air terjun Jumog serta Sangiran bisa dikelilingi dalam 1 hari saja.
Hari pertama dalam penjelajahan menaklukkan objek wisata diluar kota Solo selesai sekarang saatnya untuk menaklukkan temapt wisata didalam Kota Solo
Aku yakin, Win… kalo kita gali seluruh permukaan pulau Jawa 500 meter dari yg ada sekarang. mungkin ada sesuatu yg lebih besar dari Borobudur.. Nice post!
Asik tempatnya…
Win memangnya kenapa berfoto saat magbrib di Candi Cetho? gambarnya gelap sih 😀 . Ditunggu lanjutannya ya.
ada xxx kak ahhahaha.. temanku indigo sih jd gimnaaaa gitu kak
tadinya penasaran juga kenapa foto maghrib-maghrib. Jadi merinding deh baca ini…
sama Dani kapok juga datang magrib
Menarik banget Winny…Indonesia tuh memang top banget kalau soal site arkeologi kayak gini..mungkin masih banyak yg belum ditemui kali ya?
horornya magrib2 kenapa win? #penasaran
salam
/kayka
Satu pertanyaan, apa ya pertimbangan dan tujuan saat candi ini mulai dibangun sehingga dibangun juga lingga dan yomi di sana?
wah saya juga tidak tahu abi mungkin karena dipengaruhi oleh kebudayaan hindu
Berasa bnget kyknya di foto disana saat maghrib menyapa.. untung fotonya sesuai aslinya yah, gag ada penampakan 😆
asal gak usah kasih tau yang aneh2 aja gak horor sih harusnya ya 😀 soalnya foto siluetnya emang bagus pas sunset gitu
Wah candi yang ada magicnya sepertinya nih 🙂
iya mas
Seru banget acara travellingnya di Solo,
Indonesia memang kaya 🙂
bener bgt kak ysalma.. indah jg
Aku yakin, Win… kalo kita gali seluruh permukaan pulau Jawa 500 meter dari yg ada sekarang. mungkin ada sesuatu yg lebih besar dari Borobudur.. Nice post!
bener sekali.. tp pengen jelajahin semua candi kak..
sepertinya lebih joss kalo sambil mendaki ke lawunya, mbak..pas turun mlipir ke candi cetho 😀
aku harusnya tgl 30 ke gunung lawu udh beli tiket lg tp aku gk jd soalnya seram
nais inpoh…rencana desember mo skalian mampir sini..
lumayan lah tempatnay apalagi pemandangannya
Candi Cetho: belum pernah ke sini,,bagus banget.
mari kesana jln hendri
Ia kapan kapan ya Mba Winny soalnya Liputan di sini masih belum bisa ditinggal he he
iya siapp
Seru ya, candinya menarik-menarik sepertinya, hehe. Btw, memangnya kenapa kalau foto sewaktu Maghrib??
banyak makhluk halus zilko
asik banget ya, klo bisa eksplor dikit makanan tradisionalnya dong ito…
siap ito untuk solo kami coba yang nasi liwet
sama yg agak aneh2 dikit klo bs, macam tongseng codot, gangan banyak/angsa, tongseng emprit dll
#klo kuat loh ya, hahaha
codot apaan ito
fruit bat, kelelawar buah
wah hebat ulasanya…
jadi pinggin travel nih…
yang murah aja tapi… 😀
banyak yg murah loh 😀
baru tau kalo ada candi cetho di karang anyar…. semoga bisa ke sana mudik tahun depan
amin Rivan
dekat dengan rumah penduduk ya Win?
iya firsty lumayan dekat loh cuma lokasinya diujung hehhe
rupanya masih banyak candi yang belum aku kunjungin..yang ini sepertinya juga ngga kalah menarik dari borobudur..
iya Tina aku juga masih banyak yg belum aku jelajahin
Bener-bener mirip di Bali, keren ih Candi Cetho ini 😀 *Baru tau gitu ceritanya hehehe 😀
ayo kesana papa
Yaaah bisa diatur lah itu mbak hehehe
sipp
bener-bener destinasi yang tidak terduga di solo, kirain solo cuma panasnya doang 🙂