The last Journey in Papandayan


People always appreciate on something that they do not have but not appreciate in something that they have!

winny alna marlina

Hello World

17 Agustus 2014

Sambungan cerita pengalaman ngetrip Gunung Papandayan bersama rombongan yang berjumlah 20 orang. Travelling ke Papandayan di 17 Agustus ramai sekali ditambah para pelancong yang melakukan upacara bender adi Tegal Alun diantara Padang Edelweis yang indah. Lucunya aku, Sarta dan Desti malah berlomba tidur di tenda setelah kecapean dalam pendakian. Bahkan ajakan Andisu dan Hery menuju ke Puncak Gunung Papandayan kami tolak. Hanya Melisa dan Izza saja cewek yang ikut rombongan cowok menuju ke Puncak. Aku saja geleng-geleng akan ketangguhan dua cewek ini. Tangguh coy!

Travelling Papandayan
Travelling Papandayan

Saat kami beradu tidur, teman ku yang lain berkeliling melihat upacara bender adi Gunung Papandayan, epic sekali! Entah kenapa saking asyknya tidur di tenda memulihkan tenaga tiba-tiba teman yang lain request untuk memasak indomie sehingga Aku, Sarta, Desti serta Ade malah masak mie yang ngasal tapi rasa enak di Gunung. Setelah itu Aku Tio dan Gunung mencuci piring seadanya dengan menggunakan air tanpa menggunakan kimia. Sharing buat calon wisawatan yang ingin mendaki Gunung Papandayan mohon tidak menggunakan zat kimia walau itu pembersih piring selama di Gunung demi menjaga keasriaan hutan.

Sambil bercanda kami makan mie goring asal lalu akupun kembali tidur, hibernasi seperti beruang kutub hingga teman yang lain datang dari Puncak serta memberikan instruksi untuk bersiap karena kami harus turun balik. Salah satu alasan aku memilih tidur daripada di Puncak ialah karena ini, memikirkan jalan pulang.

Hutan Mati Papandayan
Hutan Mati Papandayan

Dalam perjalanan Gunung Papandayan hal yang aku suka dari Timku ialah rasa perduli terhadap kebersihan Gunung salah satunya dengan mengumpulkan sampah di dalam tas kresek besar lalu kami bawa pulang. Yang kasihan yang bawa sampah kami ialah Kholdun dan Ade tapi tidak ada muka mengeluh dari mereka. Salutnya!

perjalanan papandayan
Perjalanan Papandayan

Untuk jalur pulang kami memilih jalan dari Kawah yang sebenarnya tidak boleh dilalui karena jalur ini lebih singkat dari jalur biasanya tapi jalannya ekstim curam melalui tebing. Tidak begitu aku sarankan memilih jalur kawah kalau tidak ada teman yang berpengalaman expert dalam mendaki. Kalau dari jalur biasa perjalanan membutuhkan 5 jam dengan istirahat maka melalui jalur kawah dari hutan mati maka hanya diperlukan 2-3 jam saja. Setengah perjalanan dihemat. Kami berangkat dari Pondok Salada jam 4.30 dan sampai di kaki Gunung jam 6.30.

mobil pick up

Kesan saat perjalanan terakhir ketika kami menggunakan mobil pick up jadi teman-teman melewati jalanan yang jelek akan berteriak kegirangan antara lucu atau excited, tapi yang pasti seru sekali!

Perjalanan Papandayan pun berakhir saat kami sampai ke Garut, saatnya balik ke Jakarta!

Salam

 

Winny

Published by Winny Marlina

Indonesian, Travel Blogger and Engineer

20 thoughts on “The last Journey in Papandayan

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

%d bloggers like this: