Pengalaman Lahiran Pertama Saat Pandemi Covid 19


Hello World!

Indonesia, Juni 2020

Setelah melaksanakan akad nikah ditanggal 28 Juni 2019, aku dan suami sebenarnya tidak merencanakan memiliki momongan, malahan merencanakan resepsi pernikahan dari pihak suami di Perancis tepatnya bulan Mei 2020. Yang ngebet punya anak itu aku, kalau suami beranggapan bahwa “baby is expensive” dan butuh tanggung jawab, tidak seperti prinsipku bahwa anak itu  membawa rezeki sendiri.

Sebulan setelah akad, kami melaksanakan resepsi pernikahan di kampung halamanku di Padangsidimpuan dengan adat BATAK ANGKOLA serta dihadiri Mertua. Malahan aku dan suami belum menikmati bulan madu, padahal pas sebelum menikah gayanya kita itu pengen honeymoon ke Machu Pichu tapi itu untuk sekarang masih menjadi angan-angan karena menikah itu mikirin “ini itu”, dan yang paling penting “mikirin dapur”. Berbeda sekali saat masih menjadi single yang bebas menggunakan uang, pas menikah lebih berpikir. Nah pas bulan ketiga setelah menikah ternyata aku kan belum isi sehingga waktu itu berpikir “ah susah buat anak wkwkwk”.

Resepsi pernikahan ala Batak Angkola

Yang palin gokil itu aku gak tahu kalau aku hamil karena memang siklus datang bulanku itu suka telat. Sekitar bulan September 2019, aku mengajak Icha makan Durian dua buah, DUA BUAH bukan DUA BIJI, dan itu habis kami makan. Padahal waktu itu sedang hamil muda dan tahunya aku hamil di bulan Oktober 2019 itupun setalah periksa ke Dokter karena aku mengalami nafsu makan yang kuat dan suka tidur.

Sebelum ke Dokter aku sudah tes pakai alat tespack tapi hasilnya buram namun garis dua. Kemudian aku ke Rumah Sakit Annisa (RS khusus anak dan ibu) di Payakumbuh untuk memastikan apakah benar-benar hamil atau tidak. Pas pergi ke Rumah Sakit aku sendirian, tanpa suami karena suami bilang dia belum siap jadi ayah. Rasanya pas di Rumah Sakit itu sedih apalagi nunggunya 5 jam yang bikin gak waras, dilihat ruang tunggu penuh ibu dengan suaminya, bikin jealous. Tapi ajaibnya pas aku melihat hasil USG, wajahku tersenyum dan bahagia, bahagia yang tidak bisa dijabarkan dengan kata-kata. Lupa kalau sudah ngedumel gara-gara lama nunggu Dokternya. Sementara pas aku pulang dan membawa hasil kehamilan, suami merasa “terrorised” wkwkwkwkwk. Bagai langit dan bumi hihhihi… Aku senang eh suami merasa diteror 😛

Selama kehamilan dari segi kesehatan, aku Alhamdulillah sehat, tidak mengalami muntah, yang paling berat justru saat kehamilan bulan ke 7. Bulan ke 7 baru terasa hamilnya, perut makin buncit dan sudah tidur. Pas usia kandungan 8 bulan, bayinya kalau berputar sakit sekali. Namun pas hamilbulan 1-5, kehamilanku itu gak kelihatan hamil, malah bisa lasak kesana kemari.

Padang Mangateh saat hamil muda

Saat hamil aku malah masih sering jalan-jalan dengan suami mulai dari air tejun, ke Padang Mangateh, ke Danau Singkarak, Air panas di Tanah Datar (ini sampai di marahin Mertua karena sudah hamil 6 bulan) dan sampai ke Mekkah juga. Alhamdulillah memang rezeki anak bayi bisa UMRAH. Pas melaksanakan Umroh berjalan dengan lancar. Anehnya hamil rasa tak hamil, tapi ini sampai usia kandungan 7 bulan.

Sebelum Umroh banyak cobaan hidup padahal pas hamil mulai dari positive Torch, masalah KITAS suami yang melakukan trip jauh ke Sibolga, terus masalah rumah yang uang kami melayang bahkan masalah tanah yang batal beli di Sumatera Barat. Kalau mengingat semua cobaan itu, aku merasa lega melewatinya bersama bayi yang di dalam kandunganku, bayiku begitu kuat dan sabar melalui cobaan hidup ibunya bahkan sebelum dia dilahirkan.

Setiap bulan, aku dan suami periksa kehamilan rutin ke Dokter Spesialis Kandungan. Biaya USG lumayan murah yaitu Rp75.000 sekali USG, yang mahal itu di obat. Rencana melahirkan awalnya secara Normal, karena sama seperti wanita pada umumnya aku ingin melahirkan Normal.  Meski kehidupan saat hamil sebagai abdi Negara bagai langit dan bumi ketika masih sendiri dan bekerja di swasta. Masih ingat di Swasta aku tidak pernah ke Puskesmas, sukanya malah ke Rumah sakit itupun harus yang paling bagus banget di Jakarta karena semua di tanggung perusahaan. Eeh sekarang malah biaya sendiri karena asuransi hanya BPJS (disini aku sedih sekaligus bersyukur). Sedih karena privilege yang dulu gak ada lagi, bersyukur karena lebih mawas diri dan mengetahui bahwa hidup itu tidak selalu berada di atas. Pas hamil, kalau mau gratis, aku ke Puskesmas tapi saat ingi lihat USG ke rumah sakit dan bayar sendiri.

Hasil USG setiap bulan hingga kehamilan bulan ke 7, bayi selalu normal sehingga aku dan suami berencana memilih Rumah Sakit saat melahirkan. Saat usia kehamilan 6 bulan,  posisi bayi sungsang dan bulan ke 7 sudah normal lagi karena aku sering sujud. Nah pas bulan ke 8, Corona atau COVID-19 ada di Payakumbuh, Sumatera Barat. Padahal COVID-19 ini aku tahu pas saat Umroh di bulan Januari 2020 tapi saat itu masih hanya di Wuhan, China belum ada virus ini di Indonesia.

Saat Umroh tu aku sempat takut aku kena Corona sebab 2 hari kepulangan dari Mekkah, aku demam dan flu berat dan sampai di Indonesia sembuh baru 2 minggu. Aku terkena flu sampai demam karena saat di Mekkah, setiap hari pas sholat di Masjid pasti disampingku orang yang flu berat dan itu apes banget hampir tiap hari sehingga akhirnya kena flu. Untung sembuh di bulan Januari,padahal sempat takut bayiku kenapa-kenapa karena di Mekkah kan berkumpulnya umat dari segala penjuru.

Hamil 5 bulan pas Umroh
Hamil 5 bulan pas Umroh

Nah bulan Maret 2020, Indonesia mengumumkan orang pertama yang kena Covid dan itu masih di Jakarta. Sekitar bulan Maret (hamil 7 bulan), aku masih tenang dan kehidupan di Payakumbuh masih berjalan normal, masih bisa ke Rumah Sakit secara rutin hingga bulan April semua berubah dan kami takut ke Rumah Sakit.

Biasanya aku memeriksa kandungan di RS Bunda di Payakumbuh dan menunggu Dokter itu 1 hingga 3 jam, bahkan pernah 5 jam, padahal ketemu Dokternya tuh cuma 5 menit saja. Pas kehamilan  8 bulan sekitar April, akupun mencari praktek Dokter yang kalau bisa antriannya sedikit karena pas hamil saat pandemic Corono itu bikin was-was. Akhirnya atas saran teman aku pindah Dokter yang antriannya cepat meski agak mahal. Berunutng kami ke Dokter tersebut karena hasilnya ternyata posisi bayiku itu “Obliq dan kelilit tallit pusar”. Asli aku galau pas tahu itu, karena salama periksa, Dokter langganan yang tiap bulan aku periksa ke dia yang katanya berpengalaman dan terkenal Sesentaro Payakumbuh tidak pernah mengatakan bayinya kelilit tali pusar. Aku juga research tentang melahirkna normal kehamilan dengan kelilit tallit pusar dan obliq (posisi melintang), sehingga membuatku galau antara lahiran normal atau Operasi Caesar.

Aku sempat tanya sana sini, dan melakukan hypno birth yang katanya mengajak bayi agar lahir normal. Bahan aku mencari second opinon ke Dua Dokter yang berbeda, dan mereka menyarankan untuk lahiran Normal. Suatu sore aku dan suami naik motor dan hampir jatuhlalu karena sakit, aku kembali ke Dokter yang menyarankan Caesar dan ternyata posisi bayi masih kelilit dan Obliq. Sehingga jika melahirkan secara normal kemungkinan % lahirnya selamat hanya 20 persen saja, tentu saja membuatku was-was. Tapi yah itu kan kembali kepada Kuasa Allah, tapi aku tidak mau ambil resiko akhirnya memutuskan lahiran secara OPERASI CAESAR di Rumah sakit Umum pas Pandemi yang notabenenya gak tahu siapa yang kena Virus. Rasanya ini super galau!!

Awalnya Dokter menyuruh memilih tanggal 11, 13,16 Mei 2020 tapi karena aku ngeyel dan nyari pendapat Dokter lain serta seolah mengulur waktu, akhirnya lahirannya menjadi tanggal 23 Mei 2020 pas hari Ulang Tahun adikku dan sehari sebelum IDUL FITRI.

Sebelum Operasi Caesar
Sebelum Operasi Caesar

Selama hamil meski kehamilan memasuki bulan 9 aku tetap puasa, namun setelah tahu bahwa aku melahirkan secara Caesar barulah aku tidak puasa. Persiapan tenaga sebelum lahiran secara Caesar.

Aku memutuskan melahirkan secara Caesar tidak lah mudah, apalagi hanya aku dan suami yang ada di Payakumbuh. Keluarga tidak bisa hadir karena SPBB dan pandemik, sehingga kami benar-benar berdua saja. Untung ada Denny, Friska, Masri, dan anak-anak Formasu membantu pindah rumah saat aku hamil dan yang menjaga rumah kami saat melahirkan. Kalau dipikir-pikir betapa beruntungnya aku memiliki suami yang berjuang bersama menghadapi segala rintangan hidup 🙂

Sebelum Operasi Caesar, sehari sebelumnya kami sudah ke Rumah Sakit. Karena pakai BPJS, kami dapat surat rekomendasi Dokter sehingga bisa menggunakan BPJS, kalau tidak harus mengurus surat rujukan dari Puskesmas. Aku dan suami berdua ke Rumah Sakit Ibnu Sina dengan membawa perlengkapan berupa baju dan kami tiba di RS jam 9 malam. Tiba di rumah sakit, suasananya sepi karena menjelang Lebaran dan  karena Corona juga. Di Rumah sakit, kami mengurus administrasi dan aku masuk ke UGD dan diinfus. Ingat infus aku ingat Ana, Fiska, Maulina yang menemaniku saat Operasi Amandel di Jakarta tahun 2018.  Aku malahan sempat Video Call dengan Ana mengenang masa-masa  itu seolah mengulang hal yang sama.

Bicara dengan Ana sebelum diingus lumayan lega, karena sumpah aku sangat benci di suntik bahkan pernah pingsan karena disuntik apalagi diinfus. Mukanya aja aku snagar, hatinya Hello Kitty :D. Sialnya pas diinfus, salah urat akhirnya pembuluh darah tanganku pecah dan rasanya tanganku mati rasa. Inilah alasan aku masih berharap waktu itu bisa melahirkan normal, tapi demi kesalamatan si Bayi yasudah mungkin jalannya harus Caesar. Di Rumah sakit hal pertama yang membuat agak-agak ilfeel ketika toiletnya ada kecoak, untung pas di ruangan kami, kamar mandinya bersih. Pas di ruangan, tenyata Kelas 1 tidak ada tempat tidur buat suami, sementara aku diinfus. Alhasil Denny datang membawa Matras dan suami tidur di lantai, mau naik kelas ke VIP harus nunggu esok harinya. Aku sungguh terharu melihatnya tidur di lantai,,, hikss!!

Jadwal Operasiku jam 11 pagi dan teman sekamar di RS bernama Annisa yang juga operasi dengan Dokter yang sama.  Cuma dia operasinya pertama. Nah keesokan harinya sebelum Operasi, kami memakai Keteter yang sakitnya Astagfirullah. Jadi pipisnya melalui selang, belum lagi obat yang bikin mati rasa tiap kali dimasukkan ke infus.

Untuk ke ruang Operasi, kami memakai baju Operasi dan hanya boleh diantar sampai ruang tunggu saja. Operasiku dimajukan jam 10 pagi, suami menunggu di luar ruangan Operasi. Memasuki ruangan Operasi, jantungku tak karu-karuan apalagi melihat darah yang dibersihkan secara buru-buru oleh tenaga Medis agar aku tidak lihat namun terlanjur aku lihat, dan melihat darah di lantai rasanya gak kuat. Oh ya karena Pandemi sehingga kami wajib memakai masker selama di rumah sakit dan yang boleh jenguk juga dibatasin. Dokter yang mengoperasi kami juga pakai baju yang memenuhi standar agar tidak terkena Corona.

Sebelum operasi caesar

Saat operasi lamanya 1 jam, aku dibius sebagian sehingga aku sadar saat di Operasi. Terus aku juga bisa melihat tubuhku yang disayat dari lampu Operasi dan aku memilih untuk tidak melihatnya karena takut dan gak sanggup malahan aku ngomong melantur alias mengajak Dokternya sesekali bicara agar menghilangkan rasa khawatirku.

Pas Operasi aku membaca Alfatihah berulang-ulang. Rasanya itu badan terbelah dua, bayi diambil dari perut dan tidak sakit tapi tahu kalau badan disayat-sayat, benar-benar pengalaman yang mengerikan terlebih bagiku yang takut dengan Operasi. Namun ketika suara tangis bayiku keluar aku langsung mengucapkan “Alhamdulillah”.

Meski melahirkan secara Caesar di pandemic COVID-19, Bayiku selamat dengan berat 3 kg. Pengalaman melahirkan secara Caesar itu ketika pasca operasi, rasanya baru sakit setelah bius hilang. Hari pertama ASI tidak bisa keluar, dan mau duduk sakitnya astagaaaa. Pas ASI tidak keluar, sangat stress sekali. Kemudian di hari ke dua barulah Asiku keluar dan sudah mulai bisa berdiri meski masih sakit. Untuk mandi saja, suami yang mandikan apalagi ada infus yang membuat susah melakukan gerakan. Kami tiga hari empat malam di rumah sakit,  merasakan Idul Fitri di rumah sakit pas Pandemi pula tanpa keluarga. Namun kami bersyukur karena masih diberi nikmat merasakan momen ketika menggendong bayi sendiri pertama kali. Kami datang ke Rumah Sakit berdua, dan pulang bertiga dengan bayi perempuan yang membuat ayahnya awalnya “hanya mengatakan janin”, yang menjadi “bayi” mungil kami dan terlihat jelas suami mencinta anaknya meski dia tidak pernah mengatakannya.

Anak dan ayah

Dari pengalaman melahirkan secara Operasi Caesar, aku sungguh salut dengan ibu-ibu yang melahirkan secara Normal maupun Caesar. Ternyata itu sebabnya surga di telapak kaki ibu, meski tidak semua ibu yang benar-benar ibu.

Kalau dari pengalaman petama melahirkan secara Caesar, sebaiknya kalau bukan karena factor kesehatan mendingan Normal karena pemulihan pasca Caesar ini sungguh berat apalagi pas bayi nangis dan mau memberikan ASI eh diri sendiri saja tidak bisa bergerak. Disini rasanya gagal jadi wanita, untung aku gak kena baby blues.

Untuk aku sendiri, rasa sakit setelah Operasi Caesar baru lumayan mendingan setelah 2 minggu namun bekasnya masih ada. Hingga sekarang masih tahap penyembuhan. Kini aku berada di fase menjadi orang tua dan memasuki dunia baru. Tentu dunia baru menjadi orang tua memiliki tanggung jawab yang besar, dan semoga aku dan suami bisa menjaga AMANAH yang diberikan Allah.

Salam

Winny

Published by Winny Marlina

Indonesian, Travel Blogger and Engineer

37 thoughts on “Pengalaman Lahiran Pertama Saat Pandemi Covid 19

  1. Ya ampun… Terharu bacanya sis..
    Aku juga pengalaman melahirkan. Leher babyku kelilit tali pusar n tu lahiran di bidan.
    Waktu tu nungguin 30 menit lagi klo gk lahiran bakalan dirujuk ke RS untuk SC. Tp TUhan baik, dikasi jalan n petunjuk ke bidannya. Bidannya cek pake jarinya akhirnya tau problemnya klo kelilit tali pusar, dan dgn sigap langsung digunting baru anak lahir.
    Anak lahir gk ada suara tangisan, tepuk sana tepuk sini akhirnya nangis n dikasi O². Ih ngeri, was was. Klo cerita melahirkan ni antara hidup dan mati tp aku bs belajar satu hal bahwa apa pun yg terjadi semua seijinNya. Klo Dia bilang hidup ya hidup. Klo kataNya blum saatnya ya udah bs lewat.

    Semangat terus jd ibu, semakin hari akan lebih berwarna akan byk sukacita jd seorg ibu Krn tidak semua wanita bs merasakan yg kita rasakan..cahyooo

  2. Waaah selamat yaa Winny akhirnya punya bayi cantik… been there too pengalaman cesar 3x dgn resiko kesehatan yg berbeda2… apapun metode melahirkan yg ditempuh, semua penuh resiko, antara hidup dan mati.. welcome to motherhood and enjoy ASI, kl bisa sampai 2 tahun yaa…. atau semampunya….

  3. Halo Winny, ikut senang membacanya 😊😊 selamat ya untuk kamu dan suami 😊 selamat menjadi orang tua ya win. Bener banget, tanggung jawab yang diemban menjadi orang tua memang besar, dan percayalah bahwa kalian pasti mampu menjadi orang tua yang akan menjadi teladan bagi anak kalian. 😊😊 Sehat2 selalu yaa…. 😊😊

  4. Selamat ya Winny & suaminya atas kelahiran putri cantiknya.. Semoga mjd anak yg solehah, selalu memberikan kebaikan & kebahagiaan kpd semua orang.

  5. Selamat ya Mbak dan suami atas kelahiran anaknya.
    Semoga semuanya tetap sehat dan bahagia.
    Salam kenal, nampaknya ini kali pertama saya berkunjung ke blog ini.

  6. Selamat yaa Winny, aku baru tahu kamu lahiran, kelewat postingan ini, pdhl tiap hari aku buka halaman “blog I follow”. Aku 2 kali lahiran sesar, yg pertama setelah 2 bulan baru benar2 pulih, yg ke 2 dalam seminggu sudah pulih dan langsung bisa jalan kaki 30 menitan ke pusat kota, walalu jalannya lelet kaya siput haha .. sehat selalu ya Win bersama si kecil.

    1. Mauliate kak, aku juga udah jarang ngeblog kak karena jagain si kecil ternyata jadi ibu tak semudah yang dibayangkan. Aku penasaran gimana kakak melewatinya apalagi di Negara orang

  7. Selamat ya Winny. Semoga jadi anak saleha, investasi orang tua dunia akhirat.

    Saya juga pernah merasakan di kateter setelah operasi patah tulang bahu. Sakitnya minta ampun. Sewaktu kateter dimasukkan saya sampai menggigit kayu untuk menahan rasa sakit.

    Dioperasi saya juga sampai trauma. Kamar operasi yang begitu dinginnya, tapi saya malah banjr keringat.

    Sehat selalu untuk Winny dan keluarga.

  8. omaigoddd aku ketinggalan banyak cerita dan tau tau udah ada si baby, congratss Winny dan keluarga
    ga sabar pengen liat si baby agak gedean dan diajak traveling seru.

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

%d bloggers like this: