Hello World!
Kuala Lumpur, Januari 2019
Pertama kali ke Batu Caves di tahun 2012 bersama My Selangor Story. Waktu itu kami melihat feastival Thaipusam. Saat di acara Thaipusam, aku dan Devi, Blogger asal Malaysia berjalan menaiki ratusan anak tangga di Batu Caves hingga sampai ke puncak, padahal pengunjung ramai sekali, saking ramainya space untuk jalan saja tidak bisa saking sesaknya. Kalau dipikir-pikir itu mustahil kami sampai di atas mengingat banyaknya manusia saat Thaipusam, namun bak keajaiban kami bisa sampai di atas. Kemudian pas diatas Goa, peserta Thaipusam yaitu seorang ibu yang sudah sadar memberikan tangannya kepada kami, tanda dia memberikan “blessing”, kata Devi. Si Ibu ini badannya seharian dipenuhi oleh jarum dan begitu selesai langsung dihampirinya. Memang saat Thaipusam melihat pemandangan “jarum” di badan sudah biasa bahkan jarum ada juga sampai membelah pipi, kemudian badan yang telah ditusuk jarum seperti sate itu dipenuhi buah-buahan, tergantung besarnya nazar, atau dosa mereka. Itulah pertama kalinya aku ke Batu Caves di Kuala Lumpur. Pertama kali langsung lihatnya yang nyentrik dan ekstrim sehingga menjadi pengalaman tak terlupakan bagiku.

Tidak pernah sekalipun di dalam pikiranku kalau aku bakalan ke Kualalumpur kembali khususnya ke Batu Caves. Entah kenapa aku dan Batu Caves ini memiliki hubungan emosional yang tak terkatakan. Sampai akhirnya aku kembali ke Batu Caves untuk kedua kalinya di tahun 2015 bersama temanku Geng Kamseupay yang terdiri dari Shahreza, Ade, Sarta dan Ilham. Khusus yang kedua kali aku bersama temanku ini menemani karena beberapa dari mereka pertama kali ke Malaysia. Kunjungan ketiga kali kami bertemu dengan anak Bule campuran yang cantiknya Masyallah. Kalau ini ada terbersit dalam hatiku “Ya Tuhan kapan ya aku punya anak secantik itu”, asli ngayal 😀
Kalau kunjungan pertama aku naik sampai ke Puncak Batu Caves maka kunjungan kedua aku tidak ikut temanku sampai ke Puncak. Aku memilih santai sambil minum kelapa di sebuah warung sambil menunggu temanku turun. Karena kedua kali ke puncak yang sama, tidak membuatku tertarik. Alhasil Sarta yang paling ngos-ngosan pas turun, “butet, aku capek kali, pantaslah kau gak mau naik ke atas”, katanya.
Nah ternyata cerita Batu Caves tidak sampai disitu, seakan berjodoh dengan tempat ini di tahun 2019 aku kembali lagi ke Batu Caves untuk ketiga kalinya. Padahal dengan tipe diriku yang anaknya suka bosanan ke tempat yang sama eh malah pergi ke tempat yang sama ketiga kalinya. Apakah ini kebetulan atau apa, tapi kayak doyan ke Batu Caves kesannya. Meski udah tiga 3 kali mengunjungi ke Batu Caves, ternyata pengalamannya beda loh, setiap kunjungan memiliki cerita sendiri.
Untuk kunjungan ke Batu Caves ketiga kalinya, aku bersama Thimo karena dia belum pernah ke Batu Caves.
“Have you been to Batu Caves?”, tanyaku “Nope”, jawabnya “Wanna go there?”, tanyaku “Okay”, jawabnya
Akhirnya kami berdua ke Batu Caves saat dia libur, tepatnya di hari Minggu. Cara ke Batu Caves dengan Commuter dari KL Sentral. Jadwal kereta ke Batu Caves tidak setiap menit, ada jam tertentu. Saat aku dan Thimo ke Batu Caves itu jadwalnya jam 3 sore sementara kami sampai di KL Sentral jam 2 siang, kami sudah sempat masuk kedalam peron dan minta ke petugas untuk keluar kembali. Lalu daripa bengong, kami killing the time dengan memutuskan keliling NU Central. Baru setelah itu kembali lagi menuju ke Commuter dengan antrian yang panjang, saking panjangnya aku dan Thimo berdiri menunggu kereta. Untuk itu mengunjungi Batu Caves saat hari libur bukanlah keputusan yang bijak. Saat di kereta dengan segitu banyak manusia, Alhamdulilah, kami kebagian tempat duduk. Meski tadi ngantri naik keretanya banyak, ternyata kami mendapatkan rezeki duduk, kalau tidak, kami berdua bisa berdiri selama 1 jam perjalanan ke Batu Caves dari KL Central.
Hal manarik dari Batu Caves, biayanya gratis. Yang bayar hanya transportasi menuju ke Batu Caves dalam hal ini kami menggunakan Commuter. Harga tiket Commuter ke Batu Caves dari KL Sentral 10 RM/2 orang. Kami tiba di Batu Caves jam 4 sore sementara jadwal kembali ke KL Sentral jam 5 sore, artinya kami punya 1 jam untuk keliling Batu Caves.
Kamipun keluar dari Commuter dengan antrian manusia di escalator, ingat mengunjungi Batu Caves saat hari libur bukanlah pilihan bijak. Sesampai di Batu Caves dan melihat patung Murugan, Thimo mengajakku ke puncak. Sebenarnya malas naik ke puncak tapi ini anak, gak mau kalau aku tak ikut ke puncak juga. Katanya apa gunanya kesana kalau sendirian. Padahal dia tidak tahu aku malas naik ke puncak.
Dengan setengah hati akupun ikut, itupun karena pas ketiga kalinya ke Batu Caves, ada yang baru yaitu lantainya di cat warna-warni. Kekiniaan biar lebih Instagramable katanya.
Batu Caves ini sendiri sebenarnya ada batu kapur yang berumur 400 tahun. Terdapat goa di Batu Caves dan berada di distrik Gombak, Selangor. Di area Batu Caves juga ada kuil Sri Mahamariamman. Aku dan Thimo tidak ke kuil karena harus melepas sepatu dan kami berdua malas untuk itu. Kami malahan menaiki 272 anak tangga yang cukup membuatku berkeringat. Untung perginya dengan Thimo, kalau ngak, “idih malas banget ke atas”.
https://www.instagram.com/p/BnsOETjnVuR/
Saat sampai di puncak, kami sempat ke Goa yang harus bayar, tapi karena mirip seperti Goa di Indonesia akhirnya kami berdua tidak masuk ke Goa yang berada di sebelah kiri jika sudah sampai ke Puncak.Lalu kami kemudian ke Goa yang sering dikunjungin sambil melihat-lihat sekitar.
Pas kami bersantai tiba-tiba hujan turun derasnya. Kami dan pengunjung lainnya stuck di dalam Goa dan menunggu hujan turun. Sekitar 30 menit kami menunggu hujan berhenti tapi tidak berhenti-henti. Lihat jam waktu tinggal 20 menit lagi untuk jadwal kereta, kalau tidak menunggu 1 jam lagi. Akhirnya mau tidak mau, kami harus turun ke bawah meski hujan-hujanan. Rupanya ada penjual jas hujan dadakan di Batu Caves, sama seperti di Indonesia. Asli saat itu aku ingat Indonesia, kalau hujan kan tiba-tiba ada ojek payung dadakan atau jual jas hujan dadakan. Nah Malaysia juga bergitu.

Thimo kemudian berinisiatif membelikanku jas hujan seharga 6 RM untuk berdua dan kami berdua seperti Teletubbies memakai jas hujan berwarna biru menuruni anak tangga yang licin dengan berlahan. Thimo sampai terjatuh menurunin tangga pas hujan itu hingga akhirnya kami berdua berhasil melewati hujan dan sampai di stasiun kereta.
Saat hendak membeli tiket pulang, dua turis asing dengan ramah bertanya kepadaku.
Where do you buy it?, tanya seorang cewek kepadaku “I bought up there”, jawabku “How much is it?”, tanyanya “Its 6 RM for 2 but if u wanna buy it, I can give you 4 RM”, jawabku
Kemudian si cewek memberikan uang 3 RM saja lalu aku dengan sigap memberikan bekas jas hujanku kepadanya dan aku menyuruh Thimo memberikan jas hujannya kepada cowok si cewek tersebut. Lalu terjadilah transaksi jual beli jas hujan bekas secara impulsive di Batu Caves. Karena jas hujannya gak bakalan kami pakai daripada dibuang, kalau ngasih ke mereka kan gak ikhlas gitu heheh 😀
"Are u just selling our ex rain coat?", tanya Thimo sambil tak percaya dan tersenyum "Yes, this is 2 RM for you and 1 RM for me", jawabku "I though you will be given them for free", jawabnya "No, I should sell 8 RM, I regret to give only 3 RM", jawabku

Kemudian Thimo tak percaya sambil tertawa terbahak-bahak dengan tingkah anehku. Kemudian berkata kepada “you are a crazy business women”, I will tell my parents about it”.
Kunjungan ketiga ke Batu Caves kali ini ditutup dengan momen jualan rain coat bekas kami 🙂
Sungguh selalu ada pengalaman disetiap perjalanan.
Salam
Winny
Waw, malah jualan. Wkwkwkwkw
Tapi ya bener juga sih daripada dibawa pulang nambahin berat, mending dijual dapet duit.
ia naluri bisnisnya keluar
huahahaha Winnyyyy, ngakak deh iniiii ya kalo bisa dijual kenapa gratis yak
Betul lumayan balikin modal setengahnya
mbak Winny kocak banget hahha
Terimakasih Mba 🙂
kok nggak ditangkap petugas pas jualan