Life was always a matter of waiting for the right moment to act.
By Paulo Coelho
Hello World
Februari, 2017
Setelah kami mendapatkan Golden Sunrise Bagan yang terkenal dengan Balon Udaranya, akhirnya kami memulai perjalanan di Bagan sesungguhnya. Seperti yang aku ceritakan sebelumnya di Cerita Mengejar Sunrise sudahlah tidak ada jalan naik ke Pagoda dan harus dibantu oleh dua orang turunnya pun kesusahan. Pas turun itu aku benar-benar merasa seperti “Atcacibang” (Bahasa Batak: seekor hewan bisa naik tak bisa turun). Kalau salah turun bisa BERABE maklum aku belum memiliki asuransi jiwa jadi aku tidak mau mati konyol. Untungnya aku berhasil turun dengan selamat dengan usaha yang tak biasa. Benar-benar jadi pelajaran berharga untuk tidak manjat-manjat di Pagoda. Barulah setelah berhasil turun aku berusaha memulihkan jiwa dari rasa takut akan ketinggian.
Satu persatu turis yang mengincar matahari terbit di Old Bagan mulai meninggalkan Pagoda, menyisahkan kami bertiga yang melakukan aksi gila dengan memutari Pagoda tempat kami mencari sunrise. Tentu saja ide gila ini diprakarsai oleh Ade. Aku dan Melisa hanya ngikut saja 😀
Yuk kita buat Video mengitari Pagoda dengan G* Pr* ku, katanya
https://www.instagram.com/p/BRqUSxWlhSX/
Ternyata pusing-pusing Pagoda beramai-ramai itu seru sekali, benar-benar lagi liburan dan piknik. Setelah puas kami bertiga melanjutkan perjalanan dari Pagoda Law Kaw Shaung, Old Bagan. Tujuan selanjutnya kami adalah mencari sarapan pagi untuk mengisi perut kami yang sudah mulai memberontak. Namun jangan tanya kemana arah peralanan kami, kami hanya mengikuti kata hati. Kata hati kami menuntun kami ke arah New Bagan.
Dari perjalanan Pagoda Law Kaw Shaung, Old Bagan menuju ke New Bagan ternyata banyak sekali Pagoda disekelilingnya sepanjang mata memandang. Memang tak salah kalau Old Bagan merupakan “Rajanya Pagoda”. Jarak satu meter ada Pagoda, tidak ada pagar sehingga pecinta Pagoda bakalan puas di Old Bagan. Aku yang pecinta Pagoda ampe eneg saking banyaknya Pagoda di Old Bagan bahkan untuk mengunjunginya satu persatu tidak mungkin dalam sehari.
Kalau dilihat-lihat, Pagoda di Myanmar ini hampir mirip dengan Pagoda di Muara Takus, Riau walau aku belum pernah ke Riau. Bentuknya juga bervariasi, namun jangan samakan seperti Candi yang ada di Jawa seperti Candi Prambanan karena tidak begitu bentuknya. Saking banyaknya Pagoda di Old Bagan, kami memilih untuh singgah seenak hati kami saja. Dimana ada Candi yang kami lihat cantik dan bentuknya unik, maka kami akan singgah. Disinilah keseruan perjalanan di Myanmar kami, tanpa beban, meski cuaca terik dan panasnya Kota Bagan.

Dalam perjalanan ke New Bagan, kami berhenti disebuh tempat peribadatan bernama Manuha Phaya. Di dekat Manuha Phaya terdapat pasar dadakan serta penjual makanan, sehingga sepeda motor listrik kami parkir disekitar Manuha hingga kami memutuskan makan saja di warung terdekat persis di depan Manuha Phaya. Yang dijual adalah mie dengan aneka bumbu serta tempatnya seperti warung, berlokasi tepat di pinggir jalan. Memang agak ngeri-ngeri sedap mencari makanan halal di Bagan, Myanmar.
Jadi pas melihat mie, pikiran kami adalah halal dan tak mungkinlah bumbunya mengandung B2. Anggap saja itu adalah pemikiran polos kami karena pas ditanya apakah halal atau tidak, penjual tidak mengerti Bahasa Inggris apalagi Bahasa Inggris kami pas-pasan. Alhasil kami seret bangku terus menaruh barang kami di meja sambil mengerumuni tukang penjual mie. Mie di Bagan mirip dengan Mie di Indonesia bedanya tekstur dan bumbunya. Kami memilih makan mie karena selera gitu melihatnya pas si Ibu penjual dengan lihai menyediakan makanana kepada pembeli.
https://www.instagram.com/p/BT81dNyF8xG/
Yang pertama kali memesan Mie adalah si Melisa. Mie yang dia pesan sudah berada di piring dan si ibu sebenarnya ingin menanyakan pakai bumbu apa karena banyak sekali bumbunya. Eh Melisa gak sadar Bahasa tubuh si ibu sehingga Melisa main tunjuk ke semua bumbu dengan tangan memutar serta berkata “mix”. Padahal si ibu cuma ngerti “Yes”, “No” aja. Alhasil si suami si Ibu mengerti arti “mix” mendekati si Ibu sambil menjelaskan permintaan si Melisa namun salah kaprah.
Awalnya kami kira si Bapak mengerti kalau permintaan Melisa adalah mencampur semua bumbu sehingga dengan semangat kami menjawab “Yes”, “Right”. Kemudian tak sampai hitungan detik, setelah bumbu dimasukkan ke Mie langsung mie si Melisa benar-benar di Mix tapi di mix “pakai tangan si ibu”. Yah Mienya diubek-ubek pakai tangan si ibu tanpa alas tangan. Langsung aku dan Ade tertawa terbahak-bahak melihat muka Melisa yang speechless sambil berkata OK Enough Stop. Hahahahahahhaa 🙂

Kami berdua dengan kompakan mengatakan “untung bukan gua yang pertama Mel”. Memanglah kami ini teman apa, udahlah si Melisa setengah jijik melihat Mienya diubek pakai tangan malah kami ketawain sampai mau pipis rasanya. Asli adegan ini membuat kami tertawa puas melihat kejadian konyol ini. Tambahan kami malah godain si Melisa hati-hati kena diare, bawa obat diare gak. Anehnya meski di ubek pakai tangan, mie si Melisa habis juga. Entah doyan apa lapar, tapi yang pasti mienya emang enak. Bahkan ada sup kepitingnya lagi, dan diberikan cuma-cuma.
Belajar dari pengalaman Melisa, aku dan Ade menunjuk bumbu kami tanpa ada kata Mix sehingga mie kami berhasil tanpa ubekan alias obok-obok tangan dari si ibu penjual. Memang kebiasaan penjual di Myanmar ketika ke warung saat menyediakan makanan maka penjual akan mengaduk makanan dengan tangan kosong kemudian diberikan kepada pembeli. Jadi kalau ke Myanmar jangan lupa membawa obat diare, karena iya kalau penjual makanannya ingat cuci tangan, kalau kagak mah entah apa-apa yang dipegangnya. Untungnya pas si Ibu yang mengubek Mie si Melisa cuci tangan sih.
Tuh Mel dia cuci tangan, kata Ade
Aku masih senyum-senyum sendiri melihat ketidakterimaan mienya si Melisa diubek pakai tangan.

Setelah puas makan mie, kami memesan kelapa muda yang kebetulan ada disekitar penjual mie obok-obok alias diubek-ubek pakai tangan. Minum kelapa dengan lingkungan Bagan yang agak dusty benar-benar surga tersendiri. Apalagi setelah makan mie maka minum kelapa nikmat sekali. Setelah kenyang barulah kami membayar sarapan kami. Untuk harga sarapan mie kami 2600 KS/3 orang dan harga kelapa 3000 KS/3 orang.
Catatan:
Ks adalah singkatan mata uang Myanmar bernama Kyat Myanmar biasa disingkat KS ada yang menyingkat MYK. Untuk di kurs Rupiah tergantung rate namun agar mudah tinggal dibagi satu nolnya, Untuk 1 KS = Rp10-Rp11.

Setelah kenyang makan, kami melanjutkan ke Manuha Phaya. Masuk ke dalam Manuha Phaya sendal harus dilepas dan begitu banyak pengunjung yang mayoritas beribadah. Di dalam Manuha Phaya terdapat sleeping Buddha yang mengingatkanku akan Hatyai, Thailand. Tentu saja sleeping Buddha bukan seperti yang di Bangkok, berbeda. Disini si Melisa sangat semangat mengelilingi Manuha Phaya. Mungkin ini efek dari Mie Ubekan tangan si Ibu Myanmar sehingga dia kelebihan energi. Aku dan Ade mengitari sekedarnya saja dan kurang bersemangat, maklum kami sudah melihat sleeping Buddha dan standing Buddha yang cukup oke, sehingga yang biasa saja membuat kami tidak begitu antusias.
Namun walau demikian kami menganggap bonus mengunjungi Manuha Phaya, Old Bagan karena ibaratnya pergi ke pelosoknya Old Bagan malah menemukan hal baru. Apalagi kondisi ramai-ramainya warga lokal, tentu kami penasaran ada apa sampai banyak yang mendatangi Manuha. Ternyata kebanyakan pengunjung untuk beribadah, jarang ada turis, kalau ada itupun yang nyasar atau penasaran dengan keramain yang ada di Manuha.


Setelah dari Manuha kami pun melanjutkan perjalanan Old Bagan. Pagi hari kami diisi dengan pengalaman nasi ubekan tangan. Ternyata backpackeran ke Myanmar seru karena orang yang dibawa juga seru 🙂
Salam
Winny
tuh kan !!!!
kalian bertiga ini apa sih?
bener-bener absurd lah, ceritanya itu ga ada yang menawan ya. isi perjalanan kalian itu semua tentang ke goblogan kalian bertiga aja
hahahaha
itu klo di Medan namanya Mie Balap, jangan-jangan masih satu rumpun ya, muka penduduk lokal juga mirip kaya orang nias. (kita juga di kira orang lokal sih ampe diajakin bahasa myanmar dan cuma bisa jawab “hah?” *Mengerutkan dahi*
wkwkwk emang ajib banget perjalanan kita ya, aku sampai sekarang ingat tertawa mulu
seru ya mba win,.. klojalannya sama travelmate yg seru juga.. salam kenal mb win!
salam kenal juga kak 🙂
iya temannya seru sehingga pas disana asik
Mienya gede-gede ya mbk, ntr klo k sana aku mau cobaa 😂😂
tapi ada yang kecil-kecil juga, tak sebesar udon
Mie koq kayak air diobok-obok…hehe.. lagunya Joshua…😸✌
mie ubek-ubek kus haha
mi gomak ala myanmar. benar-benar di gomak bikinnya. 🙂
pakai tangan tapi hahaha
nanggun win. satu lagi yang minum es cendol di sekitar Thatbyinnyu phaya. ketan, roti cendol, di ambil (dijopput kalau bahasa batak) pake tangan. abis itu dy mengang duit abis itu bikin lagi. Ade langsung gak selera, gak dihabisin sama dy es cendolnya.
itu setelah adegan pulang dari new bagan dan sebelum ban bocor haha
iya astaghfirullah aku dijebak minum es cendol itu
itu dirimu minum kan de hahah
lagi asik asik baca, scroll terus…
langsung kaget pas foto Manuha Phaya… wkwkwk… 😆
kenapa gitu wkwkwk
Haha…ada2 aja dsna ya Win, aku jg ktawa abis bcanya. Untunglah si Melisa hbis mkn mie nya, itu psti efek klpran, haha…
Mkanya hti2, gegara kata mix ktmu org yg kurng pham b.inggris, klop deh…😂😂😂
Pokoknya rame ya Win. Bnyk bnget tabungan kisahmu di Myanmar. Sampe ktmu kuliner yg diobok-obok pke tngan.
betul aku kalau ingat sampai ngakak loh
Untung es klapa yg klian psan kmudian itu bukan diobok-obok pke tngan lg, wkwkw…
kalau es kelapa mungkin aku nyerah minumnya kalau diobok-obok kayak baskom cuci tangan
Huaa itu di-mix pake tangan beneran >.< .
iya beneran di ubek, Zilko. Makanya kalau ke Myanmar makanan harus hati-hati
Salah satu oleh2 khas interaksi pejalan dg penduduk lokal ya Win. Mie obok2 tetep enak
bumbunya khas kak dan kenyal jadi lumayan enak, Melisa doang yang kena obokan kak 😀
Sulitnya klo di negeri orang itu ya miss komunikasi ha ha ha…. untungnya cuma diobok-obok saja dan tidak diintrepretasikan ke hal2 yg lebih ekstrim lagi 😀
tapi itu asli membuat si Melisa kaget 😀
Trus ga jadi diare? Malah kelebihan energi gitu😨
yang diare malah si Ade pas di Yangoon
gue bukan diare tapi drop, ga tidur tidur ahahhaha
bukan diarea ya de? Kirain dah 😀
Jadi males makan mienya, wiiin..
kalau mie ku diobok aku juga ogah makannya mbak hihi
Mienya unik, jadi pengen nyoba.
tapi kalau diobok gimana mukhsin?
respek dengan kulturnya tapi ini bukan buat aku ini dek…
pengen lihat pagoda nya
pagodanya aku tulis di tulisan berikutnya ya kak 🙂
Wkwkwkwk kok lucu, ketawa-ketawa nih aku kak bacanya 😂😂😂
Beneran di mix ya…. Pakai tangan 😂😂😂
iya beneran di mix pakai tangan kayak buat kue
Asik nih ceritanya kalo ada temen jalannya. Gokil. Ibunya ngobok-obok mienya engga sambil ketawa jahat kan? Wkwkwk.
ngak hahha, habis udah kebiasaan disana
Aku bacanya ketawa mba, kocak juga ya pengalamannya, apalagi yang bagian ok enough stop itu 😁
Btw Salam kenal yaaa hehe
salam kenal juga mbak 🙂
memang pas di bagan ceritanya gokil-gokil mbak
Wah Bagan nya rame y kyk borobudur
Gpp mbak yg pntg kenyang hehe
Kalau halal food gampang ngga di sana Win? Atau seperti di Thailand?
agak susah kak
hahahaha
Mienya boleh milih atau emang campuran kecil besar? kayak ada mie kwetiaw ya
boleh milih kak ada beberapa dari kecil ampe besar
wah kayaknya candi di sana bertebarannya sama seperti mesjid di Indonesia kali ya ..
btw … mie-nya pasti enak dong … karena dicampur dengan mineral2 alami dari tangan si Ibu … haha
betul kak haha
Duh aku ngakak bacanya, bisa kubayangin gimana ekspresi kalian hehehe.. Kayak aku di Bali si ibu penjual ambil lauk pake tangan aja aku ogah 😀
iya memorable banget fika