“It does not matter how long you are spending on the earth, how much money you have gathered or how much attention you have received. It is the amount of positive vibration you have radiated in life that matters”
By Amit Ray
Hello World!
Lampung, 3o Maret 2018
Jam 10 pagi aku sudah berada di Slipi Jaya menunggu bis yang ditumpangi Kak Nella dan Kak Fitri dari stasiun Kampung Rambutan, Jakarta. Di Slipi Jaya juga aku menunggu Kak Ito karena kebetulan tempat tinggalnya dekat dengan Slipi Jaya. Kami berempat hendak ke Way Kambas dengan transportasi umum. Cukup nekat memang mengingat kami empat-empatnya cewek. Perjalanan ke Taman Nasional Way Kambas di Lampung rencananya juga dadakan. Kak Nella ngajak sehari sebelum keberangkatan, esoknya langsung eksekusi berangkat. Hasil dari membaca pengalaman orang yang pernah trip ke Taman Nasional Way Kambas kebanyakan berangkat malam hari dari Jakarta sehingag bias sampai di pagi hari di Way Kambas. Kami malah mencoba berangkat di pagi hari yang artinya kami harus mencari penginapan di sekitar Taman Nasional Way Kambas. Menurutku jika ingin hemat di penginapan, maka jika ingin ke Taman Nasional Way Kambas dari Jakarta sebaiknya berangkat malam saja agar tiba di Taman Nasional Way Kambas pagi hari kemudian sorenya bisa pulang.
Saat bis yang persis sama ditumpangi Kak Nella dan Kak Fitri tiba, Kak Ito belum juga tiba di depan Plaza Slipi Jaya. Aku berusaha mengulur waktu agar menunggu Kak Ito karena Kak Nella dan Kak Fitri telah membayar tiket bis kami ke Merak. Untungnya pas Bapak kenek tidak mau menunggu dan hampir ditinggal eh tiba-tiba aku melihat Kak Ito dari kejauhan sedang lari-lari kemudian kami masuk ke dalam bis.
Aku masih ingat kata Kak Ito, “Win, kakak gak mau ya kalau berdiri”. Padahal jujur saja, aku tidak dapat memastikan kami dapat bangku kosong atau tidak. Untungnya pas naik di dalam bis meski tidak dapat tempat duduk kami dapat bangku tempel di depan. Kak Ito sempat sebel saat kenek bis dekat-dekat. Sementara Kak Nella dan Kak Fitri sudah PW di dalam. Lama perjalanan Jakarta-Merak dengan bis Primajasa kurang lebih 3 jam dengan harga bis Rp35.000. Aku dan Kak Ito baru dapat duduk setelah setengah perjalanan. Sempat melihat Kak Nella tidur nyenyak.
Seru sebenarnya naik bis dari Jakarta ke Merak.

Yang gokil saat sampai di Serang aku kelaparan dan sempatin beli Gado-Gado yang membuat kenek bis merepet alias mendumel. Habis lapar banget dan mobilnya juga berhenti menunggu penumpang. Untung gak ditinggal ya?
Kami sampai di Pelabuhan Merak, Cilegon jam 1 siang. Kami langsung membeli tiket kapal untuk menyeberang ke Bekauheni, Lampung. Harga naik kapal penyebarangan Rp15.000. Setelah tiket di tangan, kami berempat mampir di warung Padang untuk makan siang. Untuk rasa masakan siang nilainya “B” aja dengan harga agak mahal sih tapi wajar karena di dalam pelabuhan.
Sekitar jam 2 baru kami naik kapal dan langsung mencari ruang AC dengan membayar Rp10.000. Bagi kami pengalaman naik kapal saat cerah pertama kalinya. Lucunya meski cerah kami berempat malah sepanjang jalan itu malah tidur cantik di lantai ruangan AC dalam kapal. Kami juga sholat di kapal secara bergantian. Anehnya Musholla kapal dekat dengan biduan yang sedang nyanyi Dangdut dengan suara keras. Kalau misalnya tidak mau mengeluarkan uang Rp10.000 maka penumpang bisa duduk di ruangan dengan bangku sambil melihat lautan luas. Kami memilih tidur, tentu saja aku senang dengan keputusan ini karena aku tipikal orang yang mabuk laut.
Sekitar jam 5 kami sampai di Pelabuhan Bekauheni untuk mencari travel langsung ke Taman Nasional Way Kambas. Rute yang kami ambil untuk ke Taman Nasional Way Kambas yaitu Jakarta-Merak-Beakuheni-Way Jepara- Way Kambas. Itupun hasil nyari dari blog orang dengan rekomendasi penjaga Taman Nasional Way Kambas.
Saat di bis aku telepon bapak penjaga Taman Nasional Way Kambas bagaimana caranya ke Taman Nasional Way Kambas. Beliau menyarankan untuk langsung menyewa travel, jangan naik bis karena akan memakan waktu lama serta rutenya mutar. Nama Bapak penjaga Taman Nasional Way Kambas itu Pal. Pak Pal bilang harga travel ke Way Jepara dari Bekauheni sekitar Rp70.000. Tapi kami malah dapat Rp55.000, maklum dua boru regar yang nawar jago sekali, Kak Nella dan Kak Ito.

Pas turun di Pelabuhan Bekauheni kami sudah ditanya calo mau kemana. Hingga akhirnya kami mendapat travel ke Way Kambas. Kak ito dan Kak Nella yang menawar Rp55.000 dari harga Rp60.000 tapi kami harus menunggu sampai mobil penuh. Mobil menuju Way Jepara berjajar diluar pelabuhan. Isi dalam travel 6-8 penumpang. Karena kami sudah berempat, kami harus menunggu 4 penumpang lainnya. Di Pelabuhan Bekauheni masih bersifat “barbar atau kata Pak Supir mementingkan perut masing-masing”. Padahal aku perhatikan travel berupa mobil pribadi itu dari perusahaan yang sama. Ada sekitar 15-20 mobil berjejer dengan tujuan yang sama. Tak heran banyak penumpang baru juga turun dari pelabuhan udah ditanya kemana tujuannya, yang membuat risih.
Saat menunggu mobil travel penuh, kami sempat makan di warung. Cukup lama kami makan tapi mobil tak kurun penuh juga. Hingga Kak Nella dan Kak Ito memberikan peringatan kepada supir kalau jam 6 mobil belum berangkat juga maka kami akan pindah mobil. Karena kami menunggu mobil travel agar berangkat itu 1 jam, baru jam 6 mobil berangkat ke Way Jepara. Lama perjalanan Way Jepara ke Way Kambas sekitar 3 jam. Dalam perjalanan dari Bekauheni ke Way Jepara aku memperhatikan hal menarik, bahwa di Lampung ada Kampung Bali. Jadi sepanjang jalan aku melihat Puri, rumah khas Bali, seakan aku berada di Bali. Cukup menarik menemukan hal baru dalam perjalanan.

Aku juga sempat menanyakan kepada si Bapak berapa kali dia bolak-balik, ternyata hanya sekali jalan saja kecuali kalau lebaran. Terus aku main itung-itung penghasilan si Bapak dalam sehari. Langsung aku membatin, “pantas Bapaknya menunggu mobil penuh”. Itupun dia sudah di Bekauheni dari jam 10 pagi baru jam 6 sore mobilnya penuh. Disini aku belajar bersyukur, bersyukur atas segala nikmat Tuhan yang berikan.
Kami sampai di Pasar Way Jepara sekitar jam 8 malam. Pak Pal sudah menunggu kami untuk diantar ke Taman Nasional Way Kambas karena kami memang berencana menginap di Way Kambas. Saat kedatangan kami, Pak Pal sudah bersama 3 orang dengan sepeda motor. Jadi kami berempat masing-masing dibonceng oleh Bapak penjaga Way Kambas.
Sebelum berangkat kami sempat membeli makan. Aku, Kak Fitri dan Kak Ito beli sate dan Kak Nella belanja buah. Kami sengaja membeli makanan karena di tempat penginapan Way Kambas tidak ada yang jual makanan kalau malam hari. Sehingga kami mempersiapkan makanan, karena kami akan nginap di hutan.
Setelah bekal makan kami siapkan, kami kemudian masing-maisng naik sepeda motor dengan Bapak penjaga. Harga naik sepeda motor dari Pasar Jepara ke Way Kambas situ Rp50.000. Lama perjalanan ke Way Kambas hampir 1 jam, jadi wajar harga sewa motornya segitu.

Nah pas di tengah jalan, sepeda motorku kempes. Aihhhh, untung kempesnya di tengah perkampungan kalau kempes pas di hutan waduh berabe. Kak Fitri sempat menungguku saat sepeda motor kempes. Si Mas pemilik sepeda motor pergi mencari tempat nambal ban jadi aku menunggu dengan kak Fitri. Agak gimana gitu rasanya pas di tengah hutan.
Terus sekitar jam 9 barulah kami sampai di dalam Way Kambas setelah melewati jalanan jelek terus beraspal di tengah hutan. Saat di hutan dalam hatiku “mak, ini gelap banget, sungguh berani sekali melewati hutan”. Si Mas yang bonceng juga sempat mengatakan kalau ke Way Kambas malam hari harus dengan penjaga karena sering lewat harimau maupun hewan liar lainnya. Demi keselamatan, maka harus izin dulu atau minimal ada warga local yang meneman.
Saat sampai di dalam Taman Nasional Way Kambas aku melihat penginapan. Harga sewa penginapan berupa kamar yang muat 4 orang saking luasnya Rp300,000 semalam. Fasilitas cukup lengkap ada Kasur yang muat 2 orang dan ada kamar mandi diluar kamar.

Aku dan Kak Fitri mencari Kak Ito dan kak Nella yang duluan tiba. Rupanya mereka di kandang gajah.
Kak Ito langsung berlari dan berkata, “Ini mah beda banget dengan Ragunan, dek!”
Spontan aku langsung tersenyum sendiri karena Kak Ito lah yang menjawab pertanyaannya sendiri mengenai kenapa jauh-jauh ke Taman Nasional Way Kambas, toh di Ragunan juga bisa melihat Gajah.
Perjalanan jauh kami dari Jakarta jam 10 pagi sampai jam 10 malam di Penagkaran Gajah terbayar lunas!
Kami bisa melihat gajah hidup di alam bebas.
Akhirnya kami berempat pun istirahat di penginapan Taman Nasional Way Kambas.

Keesokan harinya, kami bangun agak siang. Kak Nella yang bangunnya rajin sambil melihat Gajah dimandikan. Kemudian menyusul Kak Ito, aku dan Kak Fitri baru ke tempat Gajah setelah gajahnya selesai mandi.
Ada serunya tidur di Way Kambas karena bangu pagi-pagi kami bisa melihat langsung gajah di alam bebas. Pas buka kamar sudah terlihat gajah-gajah lucu. Selain itu kami bisa memegang Gajah loh. Aku malahan naik Gajah sementara Kak Fitri Grogi pas naik Gajah. Gajah di Way Kambas ada sekitar 60 ekor dan gajah diikat kakinya agar tidak pergi ke perkampungan dan merusak tanaman. Pas kami mengunjungi Way Kambas, pengunjung lumayan meski tidak terlalu ramai.
Jam 9 pagi kami keluar dari kamar dan keliling. Pak Pal sempat mengajak kami untuk melihat pertunjukan Gajah, tak jauh dari penginapan. Gajah-gajah dikumpul dalam stadium beserta penonton. Mirip sirkus Gajah dengan tiket masuk Rp20.000 namun karena kami bersama Pak Pal kami masuk gratis. Walau demikian kami tetap ngasih tips Rp100.000/4 orang kepada Pak Pal.
Di dalam stadion sudah berada penonton duduk. Gajah-gajah jinak mulai menunjukkan aksinya, mulai dari Gajah main bola hingga Gajah berjoget hingga Gajah main Hulahup. Sumpah gemes betapa gajah itu pintar sekali. Namun di sisi lain aku merasa kasihan melihat Gajah yang jadi bahan attraksi.
Oh ya kak Ito sempat membeli tebu untuk memberi makan Gajah.

Kami menonton atraksi Gajah 30 menit hingga akhirnya kami diajak Pak Pal mengunjungi Rumah sakit Gajah, satu-satunya rumah sakit yang ada di Indonesia beserta rombongan lain yang juga menginap di Way Kambas. Kami juga sempat makan siang di kantin yang ada di Way Kambas. Makanan di kantin sangat enak, lidah Sumatera banget dan harganya murah Rp10.000 saja untuk gado-gado dan Rp8000 untuk kelapa muda.
Way Kambas juga banyak penjual makanan dan souvenir namun sore sudah tutup. Keseruan lainnya yang bisa kami dapatkan adalah kami bisa melihat kerangka gajah di kantor. Setelah puas keliling Way Kambas barulah kami memutuskan untuk pindah tempat wisata ke Bandar Lampung di jam 1 siang. Pak Pal sudah menyiapkan ojek buat kami dengan harga Rp50.000 diantar sampai ke Damri yang bentuknya mirip Trans Jakarta.
Saat dibonceng Bapak ojek aku sempat ngobrol tentang kehidupan di Lampung Timur area Way Kambas. Kata bapaknya mereka sekali panen dalam 6 bulan bisa menghasilkan 60 juta artinya gajinya Rp5jt sebulan hanya menaman singkong.
Wow fantastis bukan?
Jadi jangan anggap remeh orang Kampung!
Nah pas jam 2 kami sampai di tempat pemberhentian Damri ke Bandar Lampung dengan harga tiket Damri Rp35.000/orang. Kami juga sempat makan pempek dekat stasiun yang kalau lihat dari warnanya itu tidak terlalu menarik. Eh pas dimakan enak banget dan harganya Rp8000 saja. Baru sekitar jam 3 sore Damri yang mirip Trans datang menjemput kami karena kami hendak ke Pantai Sari Rimggung.
Meski kami capek di jalan dan jatuhnya lebih mahal dengan trabportasi umum secara rombongan namun seru, seru melakukan perjalanan nekat tapi jadi. Karena kadang rencana sering tidak jadi Kak, jadi yang pasti-pasti aja!
Salam
Winny
Wah Kak Ito ini udah telat masih pengen enaknya aja. Kalo mau dapet tempat duduk ya dateng duluan wkwkwk :p
Kayaknya malah bener sampe di Way Kambasnya malem, biar langsung istirahat terus besoknya bisa full seharian keliling. Kalo sampe sana pagi, udah cape duluan di jalan
Aku juga merasa kasian sama gajah atau hewan lain yang disuruh sirkus 😦
Anyway mbak, lucu sih tiket masuknya gratis tapi malah bayar tipnya lebih mahal heheh #akuperhitungan
iya mba tipsnya sebenarnya seikhlasnya tapi temanku baik-baik 😀
Ke Serang cuma turun beli gado-gado doang 😁 keren haaha. Seru ya geng liburannya kak Winny.
iya akhirnya aku bisa ke way kambas
Seru banget ya bisa lihat gajah langsung di penangkaran 😁
setuju, traveling dengan transportasi umum itu seru banget walaupun budget agak membengkak. mendengar way kambas jadi inget pas sd dulu kalo diminta nyebutin tempat wisata di indonesia pasti jawab way kambas. dulu mengenal tempat wisata belum banyak seperti jaman sekarang. dulu kalo gak nyebut candi borobudur sebagai slah satu keajaiban dunia, pasti nyebut taman nasional atau kalo engga ya kebun binatang 😀
Kadang emang harus nekat dan dadakan gini ya kalau mau jadi.. kuy!! cuss!! ahaha…
serem juga kalau lagi naik ojek malem2 tiba2 ada si loreng melintas,, lebih horor dari liat hantu wkwkwk..
-Traveler Paruh Waktu
iya bener biar kejadian
Boleh minta contact number nya pak pal atau penjaga taman way kambas nya ga sis ?
Aku dan suami mau backpackeran kesana .
ada disini mba https://winnymarlina.com/2018/04/11/backpacker-an-ke-way-kambas-dan-pantai-sari-ringgung-lampung/
Besok 17 agustus 2018 aku berniat mau ke way kambas solo atau duo bersama teman ku kalau jadi. Mau coba ikutin ka winny soalnya berangkat pagi dari jakarta. Semoga perjalanannya lancar. Makasih infonya kak
good luck perjalanya
Hi kak boleh aku minta kontak yg bisa dihubungi? Mau tanya2 hehe 😀
bisa ke IG kak winnymarlina
Malu nih sebagai orang Lampung belum nyempetin kesana lagi setelah sekian tahun. Mkasih cerita perjalanannya Mbak Winny, seru kali!
sama-sama kak. cus ke Way Kambas kak, lumayan asik